Kemendes Lauching Buku Indeks Ketahanan Konflik Tempat Tertinggal Indonesia

Ayo Bangun Desa - Tingkat ketahanan sekaligus kerawanan kawasan tertinggal terhadap konflik dikondisikan oleh kombinasi antara capaian tata kelola, capaian kapasitas kelembagaan dan daya tahan masyarakat. Ketiganya memilih tingkat ketahanan dan kerawanan suatu kawasan terhadap konflik sekaligus memberi informasi wacana kapasitas perdamaian yang diharapkan. Hal tersebut terangkum dalam Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal Indonesia (IKKDTI) 2016.
Launching IKKDTI 2016 di Jakarta, Selasa (29/11).
“Hasil IKKDTI 2016 memberi basis empirik bagi keharusan memahami ketahanan dan kerawanan konflik di kawasan tertinggal melalui dinamika interaksi antara demokrasi, pembangunan ekonomi dan penegakan hukum-keamanan,” ujar Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Suprayoga Hadi, ketika peluncuran Buku Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal Indonesia (IKKDTI) 2016, di Jakarta, Selasa (29/11).

Suprayoga menambahkan, IKKDTI 2016 juga membawa kembali konflik dan ke dalam info kebijakan pembangunan, reformasi birokrasi, termasuk penegakan aturan yang adil. Indeks tersebut juga mendorong partisipasi aktif warga untuk turut dilibatkan dalam pembuatan kebijakan, khususnya di daerah-daerah tertinggal. 


Terdapat empat kategori ketahanan konflik yakni tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Keempat kategori tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan secara detil tingkat ketahanan suatu kawasan terhadap konflik sekaligus tingkat kerentanannya. Selain itu, hal tersebut juga memberi citra umum prioritas kawasan tertinggal yang layak menerima tunjangan kebijakan dan agenda pembangunan yang tidak akan terdistorsi akhir insiden konflik sosial.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendesa, PDTT, Anwar Sanusi, mengatakan, peluncuran buku ini sudah sesuai dengan payung aturan untuk penanganan konflik sosial. “Saat ini kita telah mempunyai regulasi komprehensif ialah UU Nomor 7 tahun 2012 wacana penanganan konflik sosial sebagai payung hukum. Artinya pengertian kebijakan mengenai penanganan konflik sosial sudah cukup jelas,” ujarnya. 

Selain Indeks Ketahanan Konflik Daerah tertinggal Indonesia, Kemendesa PDTT juga meluncurkan buku Panduan Penilaian Kebutuhan Pasca Konflik (Post Conflict Need Assessment) dan Revitalisasi Pranata Adat dalam Pembangunan Perdamaian di Indonesia.

“Buku ini layak untuk disebarkan. Kita harus menemukan betul potensi damai, sebab konflik dan tenang itu pilihan. Indonesia sebagai Bhineka Tunggal Ika harus dijaga keutuhannya dan berkomitmen untuk menguatkan negara,”tambahnya. 


Buku tersebut juga dibahas dalam diskusi dengan para panelis ialah Bupati Poso, Darmin Sigilipu, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat, Direktur Ormas Kemendagri, La Ode Ahmad, dan Deputi II Bidang Advokasi Kebijakan, Hukum, dan Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi.[Kemendes] 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel