Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Nafas gres pengelolaan desa melalui Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 perihal Desa menjamin kemandirian desa. Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, kiprah desa bergeser dari objek menjadi subjek pembangunan. Melalui kewenangan menurut hak asal undangan dan kewenangan lokal berskala desa, desa dibutuhkan menjadi pelaku aktif dalam pembangunan dengan memperhatikan dan mengapresiasi keunikan serta kebutuhan pada lingkup masing-masing.
Nafas gres pengelolaan desa melalui Undang Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Desa yang sekarang tidak lagi menjadi sub pemerintahan kabupaten berkembang menjadi pemerintahan masyarakat. Prinsip desentralisasi dan residualitas yang berlaku pada paradigma usang melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, digantikan oleh prinsip rekognisi dan subsidiaritas. Kedua prinsip ini memperlihatkan mandat sekaligus kewenangan terbatas dan strategis kepada desa untuk mengatur serta mengurus urusan desa itu sendiri.

Membumikan makna desa sebagai subjek paska UU Desa bukanlah sesuatu yang gampang dilakukan. Pelbagai ujicoba dilakukan oleh elemen pemerintah dan masyarakat sipil untuk sanggup menggerakkan desa supaya benar-benar menjadi subjek pembangunan. Berbagai praktik dan pembelajaran telah muncul sebagai potongan dari upaya menggerakkan desa menjadi subjek pembangunan seutuhnya. Idiom subjek tidak bermakna pemerintahan desa semata, melainkan juga bermakna masyarakat. Desa dalam kerangka UU Desa yaitu kesatuan antara pemerintahan desa dan masyarakat yang terjawantah sebagai masyarakat pemerintahan (self governing community) sekaligus pemerintahan lokal desa (local self government).


Pemaknaan atas subjek tersebut masih kerap ada dalam situasi yang problematis akhir kuatnya cara pandang usang perihal desa di kalangan pemerintahan desa dan masyarakat. Pada pemerintahan desa, anggapan bahwa desa semata direpresentasikan oleh kepala desa (Kades) dan perangkat masih besar lengan berkuasa bercokol. Hal ini berimplikasi minimnya ruang partisipasi yang dibuka untuk masyarakat supaya sanggup berperan dalam pembangunan desa. Sebaliknya, masyarakat masih bersikap tidak peduli atas ruang “menjadi subjek” yang sebetulnya telah terbuka luas.

Sebagai upaya untuk mendukung desa sebagai subjek. Buku ini sanggup menjadi pegangan bagi pegiat dan elemen di desa. Buku ini merupakan salah satu sekuel dari rangkaian buku yang disusun oleh Tim Infest Yogyakarta. 

Buku Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ini menyajikan pengetahuan perihal Satuan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa. Pembahasannya menyakut perihal tugas, hak dan kewenangan Kepala Desa, Perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa.

Berikutnya menyajikan pengetahuan perihal Pedoman Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa dan Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mencakup perihal Pemilihan Kepala Desa, Pengangkatan Perangkat Desa, dan Pengisian Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Selanjutnya menyajika pengetahuan dan pedoman perihal Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa.

Oleh sebab itu, buku ini sangat layak untuk dibaca sebagai pedoman dalam rangka memperkuat desa sebagai subjek pembangunan sebagaimana diamanatkan oleh UU Desa. Berminat buku saku seri UU Desa, silahkan donwload disini Buku Penyelenggraaan Pemerintahan Desa Desa

Sumber: https://cekdesamaju.blogspot.com//search?q=masyarakat-belum-menjadi-subjek-dalam

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel