Perlu Kebijakan Yang Sempurna Kelola Transisi Perdesaan
GampongRT - Kemiskinan masih menjadi duduk masalah yang lebih banyak didominasi di desa. Kesenjangan antara masyarakat desa dan kota masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Oleh alasannya yaitu itu, untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di pinggiran kota, diharapkan kebijakan yang sempurna guna menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam sambutannya di program “Konferensi Internasional ke 6 Rural Research and Planning Group (RRPG)”, yang mengambil tema “Mengelola Transisi Pedesaan di Pinggiran Kota menuju Keberlanjutan”. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menegaskan pentingnya kebijakan pengelolaan transisi perdesaan di pinggiran kota.
“Kebijakan pengelolaan transisi perdesaan di pinggiran kota meliputi dua hal, pertama yaitu pengembangan perjuangan ekonomi local dan yang kedua yaitu peningkatan ketrampilan dan kapasitas masyarakat,” ujar Menteri Marwan di Kampus IPB, Bogor, (28/9) menyerupai dilansir dalam situs kemendesa.
Menurut Menteri Marwan, Kebijakan pengembangan perjuangan ekonomi local merupakan upaya peningkatan produksi produk local desa, optimalisasi potensi desa, meningkatkan lapangan pekerjaan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
“Sedangkan kebijakan peningkatan keterampilan dan kapasitas mesyarakat diarahkan untuk membuatkan kemampuan masyarakat desa dalam membuatkan diri dan kemandirian ekonomi. Membekali masyarakat desa dengan pengetahuan gres yang bermanfaat dalam membuatkan wawasan masyarakat desa,” imbuh Menteri Marwan.
Kawasan transisi perdesaan, berdasarkan Menteri Marwan dicirikan dengan tempat yang heterogen, tempat yang mempunyai potensi industry, telekomunikasi, perdagangan dan perumahan yang semakin berkembang. Potensi tersebut, menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan pedoman investasi dan produksi desa-desa di pinggiran kota.
“Tantangan dalam pembangunan desa-desa di pinggiran kota yaitu bagaimana mengelola dan memaksimalkan potensi infrastruktur, perdagangan dan telekomunikasi yang dimiliki. Karena jikalau tidak bisa dimanfaatkan dengan tepat, akan berdampak munculnya “migrasi” penduduk desa pinggiran kota ke kota/daerah maju,” ujar Menteri Marwan.
Keragaman desa yang ada di Indonesia beserta potensinya harus dikelola sebaik mungkin dan menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan. POtensi desa yang melimpah, berdasarkan Menteri Marwan merupakan peluang sekaligus tantangan.
“Dari total penduduk Indonesia yakni sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS,2010), jumlah penduduk Indonesia lebih banyak tinggal di desa, yakni sebesar 50,21 persen (119.321.070 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk kota mencapai 49,79 persen (118.320.256). Besarnya jumlah penduduk desa menggambarkan potensi SDM dan angkatan kerja yang bisa lebih dikembangkan dibandingkan di kota,” imbuh Menteri Marwan.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan prosentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa (BPS, 2015). Lemahnya pembangunan di desa ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa, contohnya minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan, akomodasi ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia.
Pembangunan desa yang masih belum memadai berakibat pada kualitas SDM desa yang masih rendah, acara produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan pendapatan masyarakat yang rendah.
Dalam sambutannya di program “Konferensi Internasional ke 6 Rural Research and Planning Group (RRPG)”, yang mengambil tema “Mengelola Transisi Pedesaan di Pinggiran Kota menuju Keberlanjutan”. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menegaskan pentingnya kebijakan pengelolaan transisi perdesaan di pinggiran kota.
“Kebijakan pengelolaan transisi perdesaan di pinggiran kota meliputi dua hal, pertama yaitu pengembangan perjuangan ekonomi local dan yang kedua yaitu peningkatan ketrampilan dan kapasitas masyarakat,” ujar Menteri Marwan di Kampus IPB, Bogor, (28/9) menyerupai dilansir dalam situs kemendesa.
Menurut Menteri Marwan, Kebijakan pengembangan perjuangan ekonomi local merupakan upaya peningkatan produksi produk local desa, optimalisasi potensi desa, meningkatkan lapangan pekerjaan dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa.
“Sedangkan kebijakan peningkatan keterampilan dan kapasitas mesyarakat diarahkan untuk membuatkan kemampuan masyarakat desa dalam membuatkan diri dan kemandirian ekonomi. Membekali masyarakat desa dengan pengetahuan gres yang bermanfaat dalam membuatkan wawasan masyarakat desa,” imbuh Menteri Marwan.
Kawasan transisi perdesaan, berdasarkan Menteri Marwan dicirikan dengan tempat yang heterogen, tempat yang mempunyai potensi industry, telekomunikasi, perdagangan dan perumahan yang semakin berkembang. Potensi tersebut, menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan pedoman investasi dan produksi desa-desa di pinggiran kota.
“Tantangan dalam pembangunan desa-desa di pinggiran kota yaitu bagaimana mengelola dan memaksimalkan potensi infrastruktur, perdagangan dan telekomunikasi yang dimiliki. Karena jikalau tidak bisa dimanfaatkan dengan tepat, akan berdampak munculnya “migrasi” penduduk desa pinggiran kota ke kota/daerah maju,” ujar Menteri Marwan.
Keragaman desa yang ada di Indonesia beserta potensinya harus dikelola sebaik mungkin dan menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan. POtensi desa yang melimpah, berdasarkan Menteri Marwan merupakan peluang sekaligus tantangan.
“Dari total penduduk Indonesia yakni sebanyak 237.641.326 jiwa (BPS,2010), jumlah penduduk Indonesia lebih banyak tinggal di desa, yakni sebesar 50,21 persen (119.321.070 jiwa). Sedangkan jumlah penduduk kota mencapai 49,79 persen (118.320.256). Besarnya jumlah penduduk desa menggambarkan potensi SDM dan angkatan kerja yang bisa lebih dikembangkan dibandingkan di kota,” imbuh Menteri Marwan.
Sebagai informasi, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan prosentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa (BPS, 2015). Lemahnya pembangunan di desa ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa, contohnya minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan, akomodasi ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia.
Pembangunan desa yang masih belum memadai berakibat pada kualitas SDM desa yang masih rendah, acara produksi desa kurang berkembang, kesempatan kerja rendah, dan pendapatan masyarakat yang rendah.
Foto: Ilustrasi