Efektivitas Kelola Dana Desa

Pemerintah sentra merencanakan menambah alokasi anggaran dana desa untuk tahun 2017 jadi Rp 60 triliun. Alokasi anggaran Rp 60 triliun merupakan peningkatan signifikan dari volume anggaran Rp 46,7 triliun yang diperuntukkan bagi 74.000 desa selama tahun 2016. Belum cukup dengan planning anggaran Rp 60 triliun, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi atau PDTT juga menebar akad akan mengalokasikan dana desa Rp 120 triliun tahun 2018.
Pemerintah sentra merencanakan menambah alokasi anggaran dana desa untuk tahun  Efektivitas Kelola Dana Desa
Desa Berdaulat/Ilustrasi: Ist
Janji bagus peningkatan besaran transfer fiskal dana desa merupakan simalakama politik. Pemerintah sentra terlampau menganggap gampang implementasi pengelolaan dana desa yang di tingkat bawah masih banyak kelemahan dalam hal teknis dan orientasi kepatuhan pada regulasi. Belum lagi, kucuran dana desa meningkatkan tendensi korupsi di lingkup pemegang kuasa pengelolaan dana desa.

Dalam realitas, pengelolaan dana desa yang diatur dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2015 banyak dimensi kelemahan. Kelemahan ini menciptakan efektivitas pengelolaan dana desa tidak sesuai harapan. Dana desa yang diperuntukkan bagi 74.000 desa, di mana masing-masing mendapat "jatah" rata-rata Rp 550 juta-Rp 750 juta, tidak bisa untuk memfasilitasi acara pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat, dan penanggulangan kemiskinan.

Kedua, ketidakpahaman regulasi dan kebijakan kelola dana desa. Banyak desa pemerintah desa yang tidak paham wacana substansi dan imperatif teknikalitas wacana aturan aturan dan panduan komprehensif dalam pengelolaan dana desa, sehingga pemahaman pengelolaan dana desa terbatas hanya seputar pengajuan pencairan dana desa, perumusan alokasi kegunaan dana desa, dan pelaporan administratif. Tidak memahami substansi dana desa sebagai media penguatan fungsi dan kinerja pemerintahan desa dan serangkaian acara pemberdayaan masyarakat.

Ketiga, lemahnya pengawasan publik. Dalam sanksi dana desa selama 2015 dan 2016, banyak ditemukan praktik kecurangan dan tendensi penyimpangan. Hal ini akhir lemahnya pengawasan publik. Masyarakat desa, terutama pelbagai organisasi sektoral dan organisasi masyarakat sipil, belum mempunyai kesadaran pengawasan anggaran. Standar melek anggaran masyarakat desa masih rendah sehingga tidak mengerti bahwa desa mereka mempunyai alokasi dana yang besar yang seharusnya cukup untuk menjalankan acara pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Angka kemiskinan meningkat 

Ketidakefektifan pengelolaan dana desa tecermin dari hadirnya realitas sosiologis berupa meningkatnya angka kemiskinan di desa. Angka kemiskinan di desa meningkat alasannya ialah ketidakmampuan desa dalam mendorong peningkatan acara ekonomi produktif bagi masyarakat miskin. Desa tidak bisa memfasilitasi acara jaminan pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat miskin yang idealnya dianggarkan dalam bagan dana desa (APBDes).

Dana desa justru lebih cenderung menjadi instrumen fiskal yang membawa kemakmuran atau peningkatan pendapatan aparatur pemerintah desa melalui pos belanja operasional dan formula proteksi penghasilan tetap. Dana desa hanya efektif untuk pembiayaan belanja rutin pemerintah desa dan bukan untuk fasilitasi kebutuhan masyarakat desa.

Untuk meningkatkan efektivitas kelola dana desa, pemerintah sentra Kementerian Desa dan PDTT dituntut untuk menciptakan penilaian menyeluruh wacana implementasi dana desa sepanjang 2015 dan 2016. Menemukan kegagalan sistemik, budaya dan aplikasi kelola dana desa. Selanjutnya, tetapkan bagan regulasi teknis sebagai handbook (buku panduan) dalam pengelolaan dana desa yang jumlahnya kian meningkat dari tahun ke tahun.

Program pengawasan terpadu kelola dana desa juga perlu dibuatkan landasan regulasi yang tegas dan terperinci sehingga komunitas pendamping desa, organisasi masyarakat sipil di desa, dan representasi masyarakat desa bisa melakukan pengawasan tata kelola dana desa. Mereka mempunyai posisi tawar untuk mengkritik dan mengoreksi penyimpangan kelola dana desa. Sangat sulit pengawasan kelola dana desa diserahkan kepada institusi penegak aturan dan forum pengawas birokrasi, ibarat inspektorat atau BPKP.

Efektivitas kelola dana desa juga membutuhkan inovasi, ibarat pelaksanaan acara sistem gosip keuangan desa (Siskeudes), E-budgetingdana desa (APBDes), ataupun penguatan sistem gosip desa, sehingga tata kelola desa bisa terakses dan termonitor oleh masyarakat desa. Dana desa sangat penting menjadi piranti sosial untuk kesejahteraan masyarakat desa dan merealisasikan konsepsi membangun dari desa (pinggiran).

Oleh Trisno Yulianto, Koordinator Forum Kajian dan Transparansi Anggaran (Forkata) Magetan. (Kompas edisi 13 Desember 2016).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel