Pengamat Pertahanan: Pengelolaan Dana Desa Tidak Dapat Diserahkan Ke Babinsa

Ayo Bangun Desa - Para Bintara Pembina Desa (Babinsa) tidak pernah dibekali kemampuan untuk mengelola keuangan. Oleh sebab itu, pengelolaan dana desa, termasuk memperlihatkan pendampingannya, tidak bisa diserahkan begitu saja kepada para Babinsa.
Foto: Ilustrasi/Ayo Bangun Desa 
"Jika Babinsa ditugaskan mengawasi penyaluran dana desa, maka harus ada terlebih dahulu penataran kepada para Babinsa wacana kemampuan dasar keuangan, akutansi, dan prosedur pembiayaan," ujar pengamat pertahanan Susaningtyas NH Kertopati (Nuning) di Jakarta, Minggu (16/4).

Pernyataan Nuning itu menanggapi kolaborasi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan Tentara Nasional Indonesia untuk meningkatkan pembangunan, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat di desa, tempat perdesaan, daerah tertinggal, daerah tertentu, dan tempat transmigrasi.

Salah satu bentuk kolaborasi ialah melibatkan Babinsa Tentara Nasional Indonesia yang tersebar di seluruh Indonesia untuk ikut mengawasi, membina, dan menyosialisasikan kebijakan dana desa ke desa-desa. 

Selain pemberian teknis, para Babinsa Tentara Nasional Indonesia juga sanggup mengingatkan para kepala desa biar transparan dalam penggunaaan dana desa. Transparansi itu diperlukan untuk menghindari adanya fitnah kepada aparatur desa.

Nuning mengatakan, jadwal Tentara Manunggal Masuk Desa (TMMD) tidak termasuk Operasi Militer Selain Perang (OMSP), melainkan kiprah Tentara Nasional Indonesia untuk melaksanakan training wilayah pertahanan, sebagaimana diamanatkan di dalam UU.

"Jika para Babinsa tidak mempunyai kemampuan pengawasan yang memadai, sanggup dikhawatirkan justru menambah panjang rantai birokrasi pemerintahan desa, yang pada jadinya bermuara pada inefisiensi penganggaran pembangunan desa," katanya.

Dikatakan pula, jikalau batalion tempur diperintahkan menggarap lahan, maka fokus tentara untuk latihan dan meningkatkan ketrampilan tempur bisa menurun. Para Babinsa itu bukan tentara yang serba bisa. Mereka tidak dirancang untuk masuk ke dalam sistem pemerintahan desa.

"Jadi, perlu persiapan yang terstruktur dan sistematis. Yang patut dikhawatirkan justru SDM pemerintahan desa dalam mengelola dana Rp 1 miliar per tahun, sebab belum ada konsep yang jelas. Kemampuan perangkat desa untuk menyusun jadwal perencanaan belum ada. Ketidakmampuan melaksanakan pertanggungjawaban keuangan itu justru bisa berpotensi penyelewengan APBN," katanya.

Nuning mengatakan, Babinsa harus diberi petunjuk kerja (job description) yang terang dengan hukum yang terang wacana kewenangan mereka melaksanakan pengawasan keuangan. Fungsi pengawasan keuangan di organisasi Tentara Nasional Indonesia hanya dimiliki oleh inspektorat dan yang menjabat ialah level perwira.

"Jadi, justru harus diwaspadai dikala fungsi inspektorat untuk pengawasan keuangan itu, termasuk dana desa, diberikan kepada para bintara," tuturnya.

Dikatakan pula, untuk membantu biar lahan-lahan di desa menjadi produktif, maka Babinsa gotong royong harus lebih berperan menciptakan para cowok desa mau menjadi petani penggarap. Jadi, akan lebih sempurna bila Tentara Nasional Indonesia mendorong para cowok desa menjadi petani dan bukan justru tentara yang dijadikan petani.

"Data yang ada memperlihatkan bahwa gotong royong desa kurang unggul, bukan sebab tidak ada lahan dalam jadwal diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi pangan. Data yang ada memperlihatkan bahwa sebagian besar desa justru kurang petani," ujarnya.(*)

Beritasatu.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel