Pintu Kemajuan Dari Uu Desa
Tantangan lain kelembagaan pemerintahan desa, selama ini kapasitasnya masih terbatas untuk melakukan pelayanan publik serta membangkitkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Banyak faktor yang menjadi penyebab itu semua, baik faktor internal maupun eksternal. Namun, ternyata faktor positioning desa yang belum sempurna merupakan faktor secara umum dikuasai yang menjadi penyebabnya.
Dalam sejarah perkembangannya, desa selama ini lebih ditempatkan sebagai objek daripada subjek. Sejak zaman dahulu desa dijadikan materi kajian, pilot project kebijakan, sumber proteksi politik, sumber legitimasi para penguasa, dan eksploitasi para pengusaha.
Tonggak Pemberdayaan
Pengesahan UU Desa menjadi tonggak sejarah yang penting bagi pemerintahan desa yang sekarang mencapai 73 ribu desa di seluruh Indonesia. Baru kali ini ada UU Desa yang menawarkan akad yang faktual dari negara untuk memberdayakan desa dan meningkatkan kesejahteraan seluruh aparatur desa. Komitmen itu cukup membesarkan hati.
Pertama, adanya alokasi anggaran dari APBN untuk pembangunan desa. Setiap desa akan menerima alokasi dana dari APBN sebesar 10 persen dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam APBD sesudah dikurangi dana alokasi khusus (DAK). Nilainya diadaptasi dengan kondisi geografis desa, jumlah penduduk, dan angka kemiskinan.
Adanya pendapatan dari alokasi dana APBN itu tentu merupakan kebijakan gres yang positif dan menjadi poin penting bagi pembangunan serta pemberdayaan masyarakat desa. Desa menghadapi banyak masalah. Dengan adanya perhiasan pendapatan desa yang signifikan, persoalan-persoalan akan terus ditangani dan dicarikan solusinya sesuai dengan prioritas serta kewenangan desa.
Kedua, adanya penghasilan tetap, tunjangan, dan pemeliharaan kesehatan untuk kepala desa serta perangkat desa. Kepala desa dan perangkat desa pada hakikatnya merupakan penyelenggara negara di tingkat desa. Keberadaan mereka sangat strategis dalam sistem penyelenggaraan negara. Sebab, desa yaitu muara semua kegiatan pemerintahan dan pembangunan. Selain itu, desa yaitu basis data sebagai sumber gosip dan pembuatan kebijakan nasional dan daerah. Karena itu, untuk kelancaran dan kesuksesan program-program pemerintahan dan pembangunan, sudah semestinya kesejahteraan aparatur desa diperhatikan sebab pengaruhnya terhadap peningkatan kinerja sangat signifikan.
Walaupun sudah ada perhatian pemerintah, secara umum tingkat pendapatan aparatur desa masih rendah sehingga perlu terus ditingkatkan. Kebijakan pemberian penghasilan tetap, tunjangan, dan jaminan kesehatan dari negara merupakan kebijakan penting yang sanggup membuat iklim kerja yang baik dalam menjalankan kiprah dan kewajiban aparatur desa.
Masa Jabatan Kades
Meski UU Desa yaitu UU yang bagus, ada hal yang perlu dikritisi. UU Desa mengatur jabatan kepala desa selama 6 tahun dan sanggup dipilih untuk tiga kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Jabatan 6 tahun bekerjsama belum cukup bagi kepala desa untuk memaksimalkan kegiatan kerjanya. Selain itu, masa jabatan 6 tahun akan mendorong stabilitas politik desa ''terguncang'' kembali setiap enam tahun.
Pengalaman menunjukkan, pemilihan kepala desa sering menorehkan luka, dendam berkepanjangan, dan menyebabkan konflik bagi para pihak terkait. Acapkali pihak-pihak yang kalah/dirugikan ''menjegal'' program-program kepala desa terpilih sehingga menghambat kelancaran pemerintahan dan pembangunan. Apalagi biaya pemilihan kepala desa menjadi beban APBD kabupaten/kota. Karena itu, dengan periode jabatan yang singkat, biaya pilkades akan membebani APBD.
Menurut saya, masa jabatan yang ideal untuk kepala desa yaitu 10 tahun dan cukup menjabat satu periode saja untuk mendorong kaderisasi kepemimpinan di tingkat desa. Dengan tidak sanggup memperpanjang jabatan, guncangan politik di desa sanggup dikurangi sebab incumbent tidak sanggup mencalonkan lagi.
Meski begitu, legalisasi UU Desa patut disambut perasaan besar hati dan gembira. UU Desa itu patut diapresiasi sebab mencantumkan kebijakan-kebijakan yang strategis bagi kemajuan serta perkembangan desa. Selain itu, UU tersebut menghargai eksistensi desa dan kiprah aparatur desa. Mengingat, kedudukan dan kiprah desa dalam sistem ketatanegaraan kita sangat penting. UU Desa yang gres merupakan terobosan yang fenomenal dari pemerintah dan dewan perwakilan rakyat yang bakal menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan serta kemajuan desa dan dicatat dengan tinta emas dalam sejarah pemerintahan Indonesia.[]
Oleh Irawan Rumekso
Mantan Camat, Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Jawa Tengah
JAWA POS, 24 Desember 2013