Babak Gres Bpd Pasca Lahirnya Uu No 6 Athun 2014 Ihwal Desa


Dengan ditetapkannya UU Desa No. 6/2014, kedudukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mengalam perubahan. Jika sebelumnya BPD merupakan unsur penyelenggara pemerintahan maka kini menjadi lembaga desa. 

Dari fungsi aturan menjelma fungsi politis. Kini, fungsi BPD yaitu menyalurkan aspirasi, merencanakan APBDes, dan mengawasi pemerintahan desa. Sedangkan tugasnya yakni menyelenggarakan musyawarah desa (musdes) dengan akseptor terdiri kepala desa, perangkat desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap desa. 

Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan segala kebijakan wacana desa. Dalam program  Dialog Kebijakan Tugas dan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa Dalam UU Desa yang Baru yang diselenggarakan di Gedung PDAM Kabupaten Magelang, 16 Maret 2014, akseptor mengutarakan sejumlah problematika yang dihadapi BPD. 

Pertama, BPD belum memahami kiprah dan pokoknya. Untuk itu dirasakan perlu adanya, pembekalan, bimbingan bagi BPD, baik dari akademisi, camat, atau pihak yang ditunjuk. Kedua, rekrutmen BPD. Biasanya para anggota BPD berasal dari orang seadanya, jarang ada yang minat untuk mendaftarkan diri sebagai BPD. 

Ketiga, penggajian, Karena BPD tidak mendapatkan honor mirip kepala desa dan perangkatnya. Ini termasuk salah satu faktor yang mengakibatkan BPD tidak menjalakan kiprah pokok dan fungsinya dengan baik. Setiap acara yang dilakukan BPD perlu memakai dana, tetapi tidak ada alokasi anggaran untuk itu.

Khusus mengenai anggaran,  Ahmad Muqowam, Pansus UU Desa dewan perwakilan rakyat RI, menanggapi, selama ini dana yang dialokasikan  ke desa gres 3% dari yang diamanatkan UU No 32 tahun 2004. Dengan adanya UU Desa ini, desa akan mendapatkan alokasi lebih dalam penganggaran. Alokasi itu mencakup ADD (Alokasi Dana Desa) dan DAD (Dana Alokasi Desa). Harapannya, dengan adanya penambahan alokasi tersebut Desa menjadi maju dan mandiri.

Pada masa lalu, desa hanya menjadi objek pembangunan. Desa menjadi arena kepentingan negara. Masyarakat mendapatkan jadi tanpa adanya partisipasi yang baik. Setiap hasil Musyawarah Desa yang diajukan, sering menghasilkan kebijakan yang berbeda. Terkadang SKPD terkait tidak membaca hasil Musyawarah Desa sehingga kebijakan yang turun berbeda dengan kebutuhan masyarakat. 

Sekarang berbeda, desa tidak lagi menjadi sistem pemerintahan daerah. Tetapi desa sanggup berdiri diatas kaki sendiri dengan mendapatkan otonomi sendiri. Oleh alasannya yakni itu, perlu adanya peningkatan kapasitas penyelenggara desa semoga bisa menjalankan kiprah pokok dan fungsinya dengan baik.                 

UU Desa menyerupai menyapih anak dan anak yang dimaksud yakni Desa. Ini merupakan babak gres bagi desa semoga lebih maju dan mandiri. Kunci yang terkandung UU Desa yakni pemberdayaan. Saat ini bukan lagi memperlihatkan ikan tetapi dengan memperlihatkan kail. Desa menyusun perencanaan, mengawasi dalam pelaksanaan dan mengontrol dalam evaluasi. Perencanaan itu harus sesuai realitas bukan sekedar angan-angan belaka. 

Maka UU Desa memperlihatkan penguatan bagi desa, mereka sanggup berdiri diatas kaki sendiri dalam memilih rumah tangganya sendiri. Penguatan tersebut bukan hanya dilakukan bagi desa dan aktor-aktornya tetapi juga pemeritantah daerah, semoga tidak setengah hati.

“UU Desa lahir dari usaha dan perjalanan yang panjang. Inti dari UU ini yakni mengenai alokasi dana untuk desa. Dalam kaitannya dengan honor BPD, BPD berbeda dengan perangkat desa. Jika perangkat desa mendapatkan honor dari tanah bengkok dan lainnya maka BPD tidak mendapatkan gaji. BPD merupakan panggilan jiwa bagi mereka yang peduli dengan desa,” terang Sutoro Eko.

Inti dari UU ini yakni terletak pada alokasi dana untuk desa. Jika kemarin alokasi dana bagi desa hanya ADD maka ketika ini ditambah dengan adanya DAD (Dana Alokasi Desa), selain itu ADD rata-rata juga akan naik. Jika kepala tempat tidak mengalokasikan dana tersebut, dana-dana akan ditarik oleh pemerintah pusat. Pemerintah tempat tidak mempunyai kewenangan untuk mengelola, tetapi hanya menjadi mediator antara desa dengan pusat.

Terdapat empat komponen bagi desa yaitu: kuat, mandiri, maju dan demokratis. Komponen awal dari sekian komponen ini yakni desa yang mandiri. Jika kemarin desa tergantung kebaikan kepala tempat maka kini desa harus memperkuat kedudukannya. Desa bukan lagi kepanjangan dari pemerintah tetapi menjadi pemimpin masyarakat.

Dalam pembangunan, dahulu desa yakni objek atau arena bagi negara, kini  Undang-undang Desa yang gres akan membentengi hal tersebut. Desa bukan lagi berkeliling mengajukan anjuran namun kebutuhan dananya telah dicukup dari alokasi-alokasi yang telah dianggarkan dalam UU Desa. 

Negara memperkuat desa dengan alokasi dana sehingga pada waktu kampanye pemilih umum tidak aka ada calon-calon yang menjanjikan sesuatu alasannya yakni desa telah berdaya. Bagi BPD, UU No.6/2014 wacana Desa dibutuhkan menjadi senjata semoga BPD bisa menjalankan pokok dan fungsinya dengan baik.
                                                                                   
Penulis: Minardi Kusuma
Editor: Umi 
Sumber: www.forumdesa.org                                                                                                                                                                                            

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel