Jokowi Perlu Membentuk Komisi Desa Dan Perdesaan
Presiden terpilih Jokowi pada jadinya menjadi rujukan keinginan pelaksana UU Desa, ditambah dengan 9 Program Nyata angka 2 menyebutkan “ Mensejahterakan desa dengan cara mengalokasikan dana desa rata-rata Rp 1,4 miliar per desa dalam bentuk jadwal dukungan khusus dan mengakibatkan perangkat desa jadi PNS secara bertahap”
Angka 1,4 miliar tiap desa bukanlah angka yang kecil jikalau dilihat jumlah desa sekitar 73.000 desa seluruh Indonesia, yaitu total angka alokasi presiden untuk Desa ialah 102,2 Trilyun. Angka tersebut lebih dari 7 kali lipat anggaran untuk Kementerian Dalam Negeri tahun 2014 yang hanya 13,79 trilyun.
Merujuk pada kesepakatan Presiden akan mengalokasikan dana rata rata 1,4 miliar tiap desa maka disamping Alokasi Anggaran bersumber dari Belanja Negara yang besaran alokasi anggaran yang peruntukannya pribadi ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan di luar dana Transfer Daerah (on top), maka diharapkan juga alokasi khusus untuk desa.
Melihat RAPBN 2015, total anggaran belanja negara yang diasumsikan sebesar Rp 2.019,9 triliun, sebanyak 31% atau Rp 630,9 triliun-nya untuk transfer daerah, artinya alokasi anggaran Desa bersumber dari APBN sebesar Rp 63,09 Triliun. Bila dibagi dengan jumlah desa 73.000 desa, maka rata rata desa gres mendapatkan Rp 864 juta.
Untuk memenuhi menjadi rata rata desa mendapatkan Rp. 1,4 miliar, maka Pemerintah harus menggelontorkan lagi jadwal dukungan desa dalam bentuk alokasi khusus Rp 102.2 – Rp. 63,09 yaitu Rp. 39,11 Triliun lagi.
Ada hal lebih penting daripada Alokasi Anggaran Desa dari APBN.
UU Desa membawa semangat gres yaitu membangun konstruksi campuran fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat aturan adab yang selama ini merupakan penggalan dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat.
UU Desa juga mengusung konsep Pembangunan Desa yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup insan serta penanggulangan kemiskinan melalui penyediaan pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan dengan memakai 2 (dua) pendekatan, yaitu „Desa membangun‟ dan „membangun Desa‟ yang diintegrasikan dalam perencanaan Pembangunan Desa.
Bahkan dalam UU Desa ini mengatur perihal Hak dan kewajiban Masyarakay desa dii Pasal 68 yang antara lain Masyarakat Desa berhak: mendapatkan info dari Pemerintah Desa serta mengawasi acara penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, training kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; pelayanan yang sama dan adil; memberikan aspirasi, saran, dan pendapat l perihal acara penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, training kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; mendapatkan pengayoman dan proteksi dari gangguan ketenteraman dan ketertiban.
Adapun kewajiban Masyarakat Desa antara lain membangun diri dan memelihara lingkungan Desa; mendorong terciptanya acara penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, training kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa yang baik; cmendorong terciptanya situasi yang aman, nyaman, dan tenteram di Desa.
UU Desa juga menyebutkan dengan detail perihal lembaga kemasyarakatan Desa, menyerupai rukun tetangga, rukun warga, training kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan forum pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupakan kawan dalam memberdayakan masyarakat Desa.
Dari beberapa hal tersebut diatas, maka UU Desa tidak layak hanya dilihat dari sisi alokasi anggran bersumber dari belanja Pusat.
Jokowi perlu membentuk Komisi Desa dan Perdesaan
Merujuk pada Misi Nawa Cita angka 2 dan 3 yang berbunyi “Membuat pemerintah tidak mangkir dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya.” dan “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daaerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.”, serta semanat bersama-sama yang diusung, maka Pemerintahan kedepan dituntut menunjukkan ruang yang cukup kepada masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengawasan pelaksanaan program.
Komisi Desa dan Perdesaan ialah konklusi yang pantas untuk dipertimbangkan, dimana kedudukan dan kiprah komisi ini menyerupai halnya komisi pengawas haji yaitu berkedudukan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, memiliki kiprah melaksanakan pengawasan dan pemantauan terhadap Penyelenggaraan UU Desa,
Sedang dalam hal kiprah Komisi Desa dan Perdesaan ialah memantau dan menganalisis kebijakan operasional Penyelenggaraan UU Desa hingga di tingkat daerah, malakukan analisis hasil pengawasan dari banyak sekali forum pengawas dan masyarakat; mendapatkan masukan dan saran masyarakat mengenai pelaksanaan UU Desa; dan merumuskan pertimbangan dan saran penyempurnaan kebijakan Presiden dalam Pembangunan Desa dan Perdesaan.
Selayaknya Komisi yang ada, maka Komisi Desa dan Perdesaan sanggup beranggotakan unsur Pemerintah dan Masyarakat dan atau hanya terdiri dari unsur masyarakat.
Sumber: desamerdeka.co.id