Pria Tak Lulus Sd Ini Sukses Dirikan 'Bank' Petani
Bank petani sudah ada semenjak tahun 2008 silam di Batusangkar, Sumatera Barat. Bank ini didirikan oleh Masril Koto, seorang laki-laki yang hanya mengenyam pendidikan hingga kelas 4 SD (SD).
"Saya cuma orang yang tak lulus SD, cuma hingga kelas 4," ungkapnya dalam sebuah seminar di Swiss Belhotel, Jakarta, Jumat (19/9/2014)
Masril berasal dari keluarga petani dengan kepemilikan lahan yang tidak cukup luas. Ilmu yang didapatnya hanya berasal dari diskusi, pengamatan dan mencari banyak sekali acuan dari banyak sekali sumber lainnya.
"Saya baca, bicara sana sini dan mengerti saja mekanismenya," kata Masril berkisah.
Ia mengaku pernah mencoba mengajukan kredit ke beberapa bank, akan tetapi tidak pernah diterima. Kejadian ini menjadi motivasinya untuk membentuk Bank Petani.
"Sudah ke bank BUMN tapi ditolak, karenanya saya dengan beberapa orang bentuklah ini Bank Petani. Untuk memfasilitasi petani," katanya.
Masril mengungkapkan bank dengan semangat koperasi tersebut hingga kini belum berbadan hukum. Ia menjelaskan proses untuk menciptakan bank petani berbadan aturan sudah pernah dilakukan, melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Sumatera Barat.
"Kita sudah pernah usikan ke Dinas Koperasi dan UKM, biar kita disahkan sebagai koperasi," ungkapnya.
Namun proses tersebut tidak berhasil ditembus oleh Masril. Alasannya, dalam ketentuan sebuah koperasi ada syarat simpanan pokok dari anggota atau nasabah. Sayangnya syarat ini tidak bisa dipenuhi oleh Bank Petani.
"Kita memang tak punya simpanan pokok ibarat koperasi. Kita lebih mengenalnya dengan sistem saham," jelasnya.
Sitem saham pada Bank Petani memakai prosedur sederhana. Para keluarga memiliki beberapa lembar saham sesuai dengan kemampuannya sebagai tanda kepemilikan hak pada bank tersebut.
"Artinya ada dana yang masuk ke bank petani, sama ibarat simpanan pokok. Tadi dinas koperasi nggak mau," ujarnya.
"Mikro kita dengan mikro BI itu berbeda. Jangan harap deh nanti petani itu sanggup dana," terangnya.
Ini terbukti dengan keberadaan bank-bank umum yang sulit memperlihatkan pendanaan kepada petani. Seperti Bank BUMN sebagai penyalur Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau juga Bank Pekreditan Rakyat (BPR).
"Buktinya kini itu mana ada kita sanggup KUR, sama saja. Mending kita kumpulkan uangnya sendiri," katanya.
Akhirnya, Masril deklarasikan bank petani sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM). Tanpa harus berurusan dengan banyak pihak, bank petani tetap bisa berdiri dan menguntungkan hingga sekarang.
"Saya deklarasi saja sendiri, dari pada repot urus sana sini," pungkasnya. (Sumber: detik.com)
(Baca wawancara seputar; liku-liku Masri Kato, dalam Membangun Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis)