Tidak Menerima Keadilan, 10 Desa Akan Bergabung Dengan Malaysia

GampongRT - Kesenjangan pembangunan dipusat pemerintahan dan diperbatasan memang sangat luar biasa. Sepuluh desa di Kecamatan Long Apari, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur (Kaltim), mengancam akan bergabung dengan negara Malaysia. Pasalnya, sepuluh desa yang berbatasan eksklusif dengan Serawak, Malaysia, itu merasa dikucilkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim maupun pemerintah pusat. Seperti diberitakan kompas.com

Dikatakan Batoq Laga, Kepala Desa Long Penaneh I, Long Apari, masyarakat Long Apari tidak pernah menerima keadilan dari Pemerintah Indonesia sehingga dalam waktu bersahabat pihaknya akan memasang bendera Malaysia di Kecamatan Long Apari.

“Kami akan memasang bendera Malaysia bila kami terus dikucilkan oleh Pemerintah Indonesia. Kami tidak pernah diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia. Jangankan insfratruktur, (untuk) komunikasi saja kami tidak bisa. Kami punya HP, tapi gunanya hanya untuk pamer dan mendengar lagu,” kata dia, (17/10/2014). 

Batoq menjelaskan, perekonomian di Long Apari tidak berputar. Batoq juga mengeluhkan problem materi pangan di Long Apari. Menurut dia, satu karung beras seberat 25 kg dibanderol seharga Rp 600.000. “Beras sudah Rp 600.000, bensin sudah Rp 25.000. Semua serba mahal. Semua alasannya yaitu infrastruktur yang menghambat perekonomian kami,” ujarnya. Karena keterbatasan itu, semua kepala desa di Kecamatan Long Apari berulang kali meminta keadilan dari pemerintah, tidak hanya Pemerintah Provinsi Kaltim, tetapi juga Pemerintah Indonesia.

“Kami sudah ke mana-mana, mulai dari pembicaraan dengan Pemprov Kaltim hingga ke pemerintah pusat. Tapi, hasilnya nihil. Kami masih saja dikucilkan,” ketusnya. Karena itu, kata dia, bila Pemerintah Indonesia tidak memberi keadilan dan kesejahteraan, dipastikan 10 desa di Kecamatan Long Apari akan memasang bendera Malaysia.


Tower telekomunikasi di Desa Tiong Ohang, Long Apari, semenjak tahun 2012 hingga kini tidak berfungsi.

“Terutama di salah satu tower yang dibangun pemerintah, ada tower, tapi tidak ada fungsinya. Tower telekomunikasi dibangun semenjak 2012. Tapi, hingga sekarang, HP kami tidak sanggup digunakan menelepon. Jika kami bergabung dengan Malaysia, niscaya bukan hanya telekomunikasi yang akan dipasang, melainkan juga infrastruktur pun akan lancar, selancar perekonomian Malaysia,” pungkasnya.

Catatan detikTravel Community. Kami telah mengumpulkan tenaga sehabis melalui perjalanan sungai selama kurang lebih 8 jam dalam speed boat untuk berkeliling desa Tiong Bu'u, kecamatan Long Apari. Kebanyakan dari mereka yaitu keturunan suku dayak Panihing atau sering disebut juga dayak Ouheng karna berasal dari sungai Kapuas yang sering disebut sungai Uheng. 

Konon katanya awal mula mereka berpindah tempat ke hulu sungai Mahakam ini yaitu karna desakan dan juga sering disakiti oleh suku-suku dayak lain yang tinggal di Kapuas. Mereka berpindah tempat dengan mengumpat-ngumpat di hutan hingga hasilnya datang di hulu simpulan sungai Mahakam, Long Apari. 

SD satu-satunya yang tedapat di Desa Tiong Bu'u
Dulunya mereka populer sebagai dayak primitif yang ketika menemukan suku lain dalam daerahnya maka mereka akan saling membunuh, namun usang kelamaan aliran mereka berkembang dan semakin maju. Desa ini sudah terbilang modern tapi tetap tidak meninggalkan budaya lamanya. Sebagian dari mereka berkerja di ladang brladang, mengolah kayu Gaharu, dan menambang emas di sungai pada demam isu kemarau. 

Sistem pertanian di sini berbeda dengan kawasan lainnya. Sebelum mereka memulai masa penanaman, mereka akan mengadakan sebuah ritual khusus penyambutan penanaman padi yang diadakan sekitar bulan Agustus hingga September selama sebulan penuh. 

Setelah itu dilakukan penebasan pohon-pohon yang ada di ladang yang ingin dipakai, kemudian dilakukan pembakaran, konon katanya dengan memperabukan lahan sebelum penanaman akan menciptakan tanah semakin gembur, kemudian lahan tersebut dibersihkan kembali hingga hasilnya mereka sanggup menanam padi atau tumbuhan lainnya dan biasanya mereka akan melaksanakan ritual panen juga pada bulan Febuari.
 
Untuk sekedar catatan, sawah-sawah mereka tidak diberikan perairan, hanya ketika hujan turun lah mereka menjadi basah. Dulu beras-beras mereka sering dikirim ke luar kawasan di Kalimantan Timur, tapi semenjak mem-boom-ing nya penambangan emas, senagian warga beralih profesi, walau ada juga sebagian yang tetap bekerja di ladang. Hingga hasilnya mereka membeli beras dari wilayah lain. Sekitar tahun 2007-2008, harga beras disini melonjak drastis, dari harga Rp 200.000/karung menjadi Rp 500.000/karung. 

Warga disini bahagia sekali berolah raga. Banyak lapangan-lapangan olah raga yang sengaja dibuat, kebanyakan yaitu voli dan badminton.Mereka berolah raga ketika sore hari, ketika mereka pulang dari seharian beraktivitas. Setelah pukul 6 sore, desa ini sudah terlihat sepi, tidak banyak orang yang keluar rumah.  Listrik hanya mengandalkan Jenset sentral santunan peerintah. Hanya dari pukul 6 sore hingga pukul 10 malam, selebihnya desa ini akan terasa sepi dan gelap sekali ibarat hutan. 

Ada beberapa rumah yang memanfaatkan tenaga aki untuk menyalakan lampu rumah, sebagian juga ada yang mempunyai jenset sendiri. Selain itu, disini benar-benar tidak terdapat sinyal, alasannya yaitu memang disini tidak ada tower provider satupun. Kaprikornus ketika listrik mati, lampu mati, handphone pun tidak lagi sanggup menjadi pemecah kesepian ibarat biasanya. Untuk berkomunikasi dengan sanak keluarga atau kerabat yang tinggal di luar desa, mereka sering memakai jasa wartel (warung telepon).
 
Sedangkan untuk biaya telepon, akan dikenai Rp 250- Rp750/9 detik sesuai kawasan yang dituju. Untuk menelepon ke Jakarta selama sebelas menit ibarat yan saya lakukan sore kemarin, dikenai biaya sekitar Rp 30.000. mahal bukan..?

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel