Kpk: Kades Jangan Takut Kelola Dana Desa
GampongRT - Pelaksana kiprah Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi, mendorong kepala desa beserta aparatur desa lainnya tidak takut dalam mengelola dana desa selama dilakukan secara akuntabel dan transparan.
"Selain itu juga mewajibkan kepala desa untuk mempublikasikan RAPBDes untuk direview oleh masyarakat dan menyediakan saluran keluhan atau umpan balik masyarakat atas RAPBDes," kata dia.
"Saya kira jangan kemudian takut dan khawatir dulu terjebak korupsi," kata Johan Budi dalam diskusi bertajuk "Mengawal Dana Hingga ke Desa" di Bangsal Kepatihan, Yogyakarta, Rabu, 12 Agustus 2015 dilansir dari antaranews.com.
Menurut Johan, sepanjang pengelolaan dana desa senilai Rp1,4 miliar per desa yang dikucurkan sedikit demi sedikit itu jauh dari unsur memperkaya diri sendiri dan orang lain sesuai Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) maka aparatur desa tidak perlu takut.
"Tentu tidak serta merta orang sanggup disebut korupsi," kata dia. (Baca: Akses Layanan dan Pengetahuan Keuangan Desa Harus Ditingkatkan)
Menurut dia, kesalahan atau ketidaksesuaian manajemen pengelolaan dana desa yang sanggup terjadi lantaran ketidaktahuan, tidak perlu mengakibatkan aparatur desa takut dalam mengelola dana desa.
Sebab selama tidak ada unsur kesengajaan merugikan negara maka kesalahan itu tidak sanggup dikategorikan korupsi.
Ia mencontohkan, apa jikalau suatu desa tidak mempunyai pos anggaran dana tragedi alam, lantas memakai pos anggaran lain ketika terjadi tragedi alam, tentu tidak serta merya sanggup dikategorikan sebagai korupsi.
"Sepanjang proses penggunaan dana tersebut transparan dan sanggup dipertanggungjawabkan tentu tidak ada maslah," kata dia.
Sementara itu, Johan mengakui bahwa masalah tindak pidana korupsi yang melibatkan aparatur pemerintahan tempat kebanyakan memang terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
"Hampir 70 persen kasus-kasus korupsi di tempat terkait dengan pengadaan barang dan jasa," kata dia.
Kendati demikian, ia mengatakan, seluruh masalah korupsi barang dan jasa tersebut selalalu terbukti dilandasi dengan niat jahat berupa penggelembungan dana yang bertujuan menguntungkan diri sendiri.
"Misalnya pembelian barang seharusnya senilai Rp100 ribu, namun dianggarkan Rp10 juta, tentu itu ada niat jahat, mustahil tidak sengaja," kata dia.
Oleh lantaran itu, berdasarkan dia, biar pengelolaan dana desa sanggup terealisasi secara efisien dan akuntabel, maka pemerintah tempat perlu melaksanakan training dan pendampingan aparatur desa dalam penyusunan Rencana Anggaran Pendatan dan Belanja Desa (RAPBDes).
"Selain itu juga mewajibkan kepala desa untuk mempublikasikan RAPBDes untuk direview oleh masyarakat dan menyediakan saluran keluhan atau umpan balik masyarakat atas RAPBDes," kata dia.