Dana Desa Bangkitkan Keyakinan
Alokasi dana desa yang digulirkan pemerintah merupakan upaya memberdayakan desa sebagai basis pembangunan nasional. Keyakinan publik atas perbaikan kondisi pedesaan mulai tumbuh seiring meningkatnya perhatian pemerintah kepada desa. Sejumlah kebijakan yang diambil pemerintah dikala ini diyakini bisa memajukan desa.
Tumbuhnya keyakinan dan apresiasi publik itu terekam dalam jajak pendapat Kompas menyoroti dukungan dana pedesaan yang gencar digelontorkan oleh pemerintah dikala ini. Mayoritas publik (62,6 persen) meyakini bahwa pemerintah dengan banyak sekali gerakannya akan bisa memajukan kondisi pedesaan. Ketidakyakinan hanya disuarakan oleh sekitar sepertiga responden.
Jika dirunut, keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat itu relatif sejalan dengan evaluasi mereka pada pembangunan daerah pedesaan yang dianggap makin baik. Hampir separuh responden (47,4 persen) menilai kondisi pembangunan makin membaik, sedangkan 36,3 persen menilai kondisi pembangunan sama saja, dan sekitar 13,9 persen menyatakan makin buruk.
Saat ini, pemerintah sudah mulai mengucurkan dana desa sebagai perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 perihal Desa. Total dana desa yang dialokasikan Rp 20,7 triliun. Realisasi dana desa mencerminkan kesepakatan pemerintah menggairahkan kembali kegiatan ekonomi di desa yang selama ini ”tenggelam” oleh gemerlap pembangunan perkotaan. Fakta bahwa pembangunan desa sangat lamban menciptakan penduduk desa menentukan meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kesejahteraan dan penghidupan di kota.
Dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi desa dan ditransfer melalui Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota untuk mendanai pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan. Dana desa yang sudah tersalur ke kas umum kabupaten/kota mencapai Rp 16,5 triliun. Namun, gres sekitar Rp 1,9 triliun atau 11,5 persen dari dana desa tersebut yang sudah disalurkan ke rekening kas desa. Apabila distribusi berjalan lancar, dana desa diperkirakan bisa menggairahkan sektor riil di pedesaan dan memicu pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,5 persen.
Program desa
Selama ini, ciri umum yang bisa diidentifikasi perihal desa di Indonesia yakni kemiskinan. Ciri yang sama disebutkan oleh dua pertiga bab responden. Oleh alasannya yakni itu, menjadi masuk akal apabila setiap pemerintahan yang berkuasa selalu menawarkan porsi yang cukup besar meningkatkan pembangunan desa.
Dari zaman Orde Baru sampai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, desa selalu menjadi perhatian alasannya yakni sebagian besar wilayah Indonesia berstatus desa. Setidaknya tercatat ada sekitar 74.000 desa yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ada Program Inpres Desa Tertinggal. Program tersebut diakui oleh banyak pihak bisa menurunkan angka kemiskinan. Pada masa ini persentase penduduk miskin di pedesaan turun cukup tajam sekitar 2,7 kali lipat. Pada 1978, jumlah penduduk miskin berkisar di angka 33,4 persen. Pada tahun 1996, persentase penduduk miskin mencapai titik terendah menjadi 12,3 persen.
Presiden BJ Habibie mewarisi kekacauan ekonomi yang menciptakan tingkat kemiskinan di pedesaan kembali melonjak menjadi 25,7 persen. Untuk memulihkan kondisi sosial-ekonomi di masyarakat, Presiden BJ Habibie melanjutkan Program Jaring Pengaman Sosial. Selain itu, ada juga pemberian beras subsidi untuk masyarakat miskin. Untuk mengantisipasi bertambahnya anak putus sekolah, pemerintah menggulirkan aktivitas dana pendidikan untuk anak dari keluarga prasejahtera. Untuk menuntaskan masalah pengangguran, pemerintah menjalankan aktivitas padat karya di pedesaan.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintah melanjutkan aktivitas penyediaan kebutuhan pokok bagi keluarga miskin, menyerupai beras murah, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Ada juga aktivitas perbaikan lingkungan rumah tinggal dan pengadaan air bersih. Pada masa itu, pemerintah juga memberi kompensasi transportasi kenaikan harga materi bakar minyak (BBM) pada 2000 dan 2001.
Sementara pada kurun Presiden Megawati Soekarnoputri, aktivitas pengentasan rakyat dari kemiskinan di pedesaan antara lain dilakukan dengan pemberian subsidi pupuk biar harganya terjangkau oleh para petani. Pemerintah juga menawarkan bunga murah untuk perjuangan mikro selain pelayanan gizi bagi keluarga miskin.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aktivitas pemberdayaan masyarakat desa dibagi dalam empat kluster. Pertama, aktivitas berbasis dukungan dan perlindungan, contohnya Bantuan Langsung Tunai (BLT); aktivitas berbasis pemberdayaan masyarakat, contohnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kemudian ada aktivitas berbasis pemberdayaan perjuangan mikro dan kecil serta aktivitas penyediaan rumah murah.
Saat ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo juga mempunyai kesepakatan membangun Indonesia dari desa, sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita. Program yang sudah berjalan antara lain aktivitas proteksi sosial. Program tersebut mencakup aktivitas simpanan keluarga sejahtera, aktivitas Indonesia Pintar dan aktivitas Indonesia Sehat. Selain itu, Presiden Jokowi juga akan membangun 49 waduk untuk memperkuat irigasi yang nantinya akan menopang pertanian Indonesia.
Kesiapan desa
Ketertinggalan desa dalam meraih kesejahteraan tak lepas dari relatif kurangnya perhatian serius pemerintah pada kondisi desa, terlepas bahwa ada banyak sekali aktivitas yang dijalankan. Fenomena ini sejalan dengan evaluasi publik perihal pembangunan desa selama ini. Lebih dari separuh bab publik (59,4 persen) menyatakan kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa selama ini belum berhasil memajukan desa.
Akibatnya, pembangunan desa tetap saja tertinggal sehingga desa selalu lebih miskin dibandingkan dengan kota. Kota mempunyai daya tarik yang besar lengan berkuasa untuk mencari peruntungan. Data Bank Dunia menunjukkan, tingkat urbanisasi di Indonesia termasuk tertinggi di Asia. Dalam kurun waktu 1960-2013, rata-rata pertumbuhan urbanisasi sebesar 4,4 persen. Rata-rata urbanisasi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara menyerupai Tiongkok (3,6 persen), Filipina (3,4 persen), dan India (3 persen). Tahun 2010, sudah hampir separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.
Delapan dari sepuluh responden menyatakan, pembangunan desa belum berhasil menahan laju urbanisasi. Di sisi lain, urbanisasi menciptakan keadaan desa semakin terpuruk alasannya yakni kehilangan sumber daya insan sebagai penggagas utama roda pembangunan.
Selain problem teknis, publik juga menyoroti kemampuan tiap-tiap desa untuk mengelola dana desa sesuai dengan peruntukannya secara mandiri. Kekhawatiran bahwa dana tersebut akan diselewengkan memang besar lengan berkuasa alasannya yakni prosedur pengawasannya belum baku.
Selain itu, kemampuan para penyelenggara pemerintahan desa untuk menerjemahkan potensi desa ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagai prasyarat pembangunan desa juga berbeda-beda.
Di mata publik, aktivitas pembangunan untuk desa yang selama ini sudah digulirkan kesannya belum sungguh-sungguh terlihat. Oleh alasannya yakni itu, dengan perubahan paradigma pembangunan, yakni pembangunan dari desa, publik menunggu perbaikan fundamental pada wajah pedesaan Indonesia. (LITBANG KOMPAS)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 September 2015, di halaman 5 dengan judul "Dana Desa Bangkitkan Keyakinan".
Oleh: Yuliana Rini DY
Sumber: kompas.com
Tumbuhnya keyakinan dan apresiasi publik itu terekam dalam jajak pendapat Kompas menyoroti dukungan dana pedesaan yang gencar digelontorkan oleh pemerintah dikala ini. Mayoritas publik (62,6 persen) meyakini bahwa pemerintah dengan banyak sekali gerakannya akan bisa memajukan kondisi pedesaan. Ketidakyakinan hanya disuarakan oleh sekitar sepertiga responden.
Jika dirunut, keyakinan yang tumbuh di kalangan masyarakat itu relatif sejalan dengan evaluasi mereka pada pembangunan daerah pedesaan yang dianggap makin baik. Hampir separuh responden (47,4 persen) menilai kondisi pembangunan makin membaik, sedangkan 36,3 persen menilai kondisi pembangunan sama saja, dan sekitar 13,9 persen menyatakan makin buruk.
Saat ini, pemerintah sudah mulai mengucurkan dana desa sebagai perwujudan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 perihal Desa. Total dana desa yang dialokasikan Rp 20,7 triliun. Realisasi dana desa mencerminkan kesepakatan pemerintah menggairahkan kembali kegiatan ekonomi di desa yang selama ini ”tenggelam” oleh gemerlap pembangunan perkotaan. Fakta bahwa pembangunan desa sangat lamban menciptakan penduduk desa menentukan meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kesejahteraan dan penghidupan di kota.
Dana desa yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi desa dan ditransfer melalui Anggaran Pendapat dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota untuk mendanai pemerintahan, pembangunan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan. Dana desa yang sudah tersalur ke kas umum kabupaten/kota mencapai Rp 16,5 triliun. Namun, gres sekitar Rp 1,9 triliun atau 11,5 persen dari dana desa tersebut yang sudah disalurkan ke rekening kas desa. Apabila distribusi berjalan lancar, dana desa diperkirakan bisa menggairahkan sektor riil di pedesaan dan memicu pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,5 persen.
Program desa
Selama ini, ciri umum yang bisa diidentifikasi perihal desa di Indonesia yakni kemiskinan. Ciri yang sama disebutkan oleh dua pertiga bab responden. Oleh alasannya yakni itu, menjadi masuk akal apabila setiap pemerintahan yang berkuasa selalu menawarkan porsi yang cukup besar meningkatkan pembangunan desa.
Dari zaman Orde Baru sampai pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, desa selalu menjadi perhatian alasannya yakni sebagian besar wilayah Indonesia berstatus desa. Setidaknya tercatat ada sekitar 74.000 desa yang tersebar di seluruh wilayah Nusantara.
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, ada Program Inpres Desa Tertinggal. Program tersebut diakui oleh banyak pihak bisa menurunkan angka kemiskinan. Pada masa ini persentase penduduk miskin di pedesaan turun cukup tajam sekitar 2,7 kali lipat. Pada 1978, jumlah penduduk miskin berkisar di angka 33,4 persen. Pada tahun 1996, persentase penduduk miskin mencapai titik terendah menjadi 12,3 persen.
Presiden BJ Habibie mewarisi kekacauan ekonomi yang menciptakan tingkat kemiskinan di pedesaan kembali melonjak menjadi 25,7 persen. Untuk memulihkan kondisi sosial-ekonomi di masyarakat, Presiden BJ Habibie melanjutkan Program Jaring Pengaman Sosial. Selain itu, ada juga pemberian beras subsidi untuk masyarakat miskin. Untuk mengantisipasi bertambahnya anak putus sekolah, pemerintah menggulirkan aktivitas dana pendidikan untuk anak dari keluarga prasejahtera. Untuk menuntaskan masalah pengangguran, pemerintah menjalankan aktivitas padat karya di pedesaan.
Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, pemerintah melanjutkan aktivitas penyediaan kebutuhan pokok bagi keluarga miskin, menyerupai beras murah, pelayanan kesehatan, dan pendidikan. Ada juga aktivitas perbaikan lingkungan rumah tinggal dan pengadaan air bersih. Pada masa itu, pemerintah juga memberi kompensasi transportasi kenaikan harga materi bakar minyak (BBM) pada 2000 dan 2001.
Sementara pada kurun Presiden Megawati Soekarnoputri, aktivitas pengentasan rakyat dari kemiskinan di pedesaan antara lain dilakukan dengan pemberian subsidi pupuk biar harganya terjangkau oleh para petani. Pemerintah juga menawarkan bunga murah untuk perjuangan mikro selain pelayanan gizi bagi keluarga miskin.
Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, aktivitas pemberdayaan masyarakat desa dibagi dalam empat kluster. Pertama, aktivitas berbasis dukungan dan perlindungan, contohnya Bantuan Langsung Tunai (BLT); aktivitas berbasis pemberdayaan masyarakat, contohnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kemudian ada aktivitas berbasis pemberdayaan perjuangan mikro dan kecil serta aktivitas penyediaan rumah murah.
Saat ini, pemerintahan Presiden Joko Widodo juga mempunyai kesepakatan membangun Indonesia dari desa, sebagaimana tercantum dalam Nawa Cita. Program yang sudah berjalan antara lain aktivitas proteksi sosial. Program tersebut mencakup aktivitas simpanan keluarga sejahtera, aktivitas Indonesia Pintar dan aktivitas Indonesia Sehat. Selain itu, Presiden Jokowi juga akan membangun 49 waduk untuk memperkuat irigasi yang nantinya akan menopang pertanian Indonesia.
Kesiapan desa
Ketertinggalan desa dalam meraih kesejahteraan tak lepas dari relatif kurangnya perhatian serius pemerintah pada kondisi desa, terlepas bahwa ada banyak sekali aktivitas yang dijalankan. Fenomena ini sejalan dengan evaluasi publik perihal pembangunan desa selama ini. Lebih dari separuh bab publik (59,4 persen) menyatakan kebijakan pemerintah terkait pembangunan desa selama ini belum berhasil memajukan desa.
Akibatnya, pembangunan desa tetap saja tertinggal sehingga desa selalu lebih miskin dibandingkan dengan kota. Kota mempunyai daya tarik yang besar lengan berkuasa untuk mencari peruntungan. Data Bank Dunia menunjukkan, tingkat urbanisasi di Indonesia termasuk tertinggi di Asia. Dalam kurun waktu 1960-2013, rata-rata pertumbuhan urbanisasi sebesar 4,4 persen. Rata-rata urbanisasi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara menyerupai Tiongkok (3,6 persen), Filipina (3,4 persen), dan India (3 persen). Tahun 2010, sudah hampir separuh penduduk Indonesia tinggal di perkotaan.
Delapan dari sepuluh responden menyatakan, pembangunan desa belum berhasil menahan laju urbanisasi. Di sisi lain, urbanisasi menciptakan keadaan desa semakin terpuruk alasannya yakni kehilangan sumber daya insan sebagai penggagas utama roda pembangunan.
Selain problem teknis, publik juga menyoroti kemampuan tiap-tiap desa untuk mengelola dana desa sesuai dengan peruntukannya secara mandiri. Kekhawatiran bahwa dana tersebut akan diselewengkan memang besar lengan berkuasa alasannya yakni prosedur pengawasannya belum baku.
Selain itu, kemampuan para penyelenggara pemerintahan desa untuk menerjemahkan potensi desa ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagai prasyarat pembangunan desa juga berbeda-beda.
Di mata publik, aktivitas pembangunan untuk desa yang selama ini sudah digulirkan kesannya belum sungguh-sungguh terlihat. Oleh alasannya yakni itu, dengan perubahan paradigma pembangunan, yakni pembangunan dari desa, publik menunggu perbaikan fundamental pada wajah pedesaan Indonesia. (LITBANG KOMPAS)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 September 2015, di halaman 5 dengan judul "Dana Desa Bangkitkan Keyakinan".
Oleh: Yuliana Rini DY
Sumber: kompas.com