Jadikan Bumdes Sebagai Alat Usaha Di Desa
Badan Usaha Milik Desa - UU No.6 Tahun 2014 perihal Desa telah memberi kewenangan yang luar biasa kepada Desa, salah satunya yaitu kewenangan desa dalam pengelolaan aset lokal. Dengan diberlakukannya UU Desa, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dapat menjadi salah satu alat usaha di Desa.
Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Erani Yustika menjelaskan bahwa kewenangan yang diberikan kepada desa dalam pengelolaan aset lokal dapat dikonversi menjadi pemberdayaan.
"Aset itu ada yang berada dalam jumlah yang memadai atau dalam jumlah yang mati, kelompok yang paling miskin pun mempunyai aset, akan tetapi aset yang mati. kiprah negara menghidupkan aset yang mati itu, kini ada dua kabupaten yang mau menghidupkan aset yang mati, satu di Sumatera Barat dan Jawa Barat," ujar Erani dalam diskusi yang diselenggarakan Institut Resedarch and Empowerment (IRE) dengan tema 'mengembangkan potensi ekonomi lokal melalui BUMDes, di Jakarta, Kamis (11/2).
Ekonomi Perdesaan dilihat dari konteks pasar, berdasarkan Erani dicirikan dengan dengan liberalisasi dan globalisasi. Desa sudah menjadi pasar dimana menjadi arena perdagangan sehingga desa tak lebih sebagai sebuah konsumsi yang mesti digerakkan. Desa hanya jadi ladang modernisasi.
"Jadi dengan adanya BUMDesa ini mendorong perekonomian di desa itu perlu, disisi lain penguatan infrastruktur di desa bukan hanya untuk mempermudah perekonomian di desa akan tetapu juga mengurangi biaya transaksi, oleh alasannya yaitu itu prioritas infrastruktur salah satunya yaitu untuk menekan biaya transaksi," imbuhnya.
Dalam konteks negara, Imbuh Erani, pemerintah pusat sudah mempunyai konsensus nasional bahwa arena pembangunan yaitu di desa, daerah pinggiran dan perbatasan. Sedangkan politik fiskalnya yaitu adana desa.
"Tapi ini semua masih belum cukup, alasannya yaitu konsensus nasional ini harus diikuti oleh akad pemerintah daerah. ini kiprah kita bersama yang harus disuntikkan terus menerus. Alhamdulillah desentralisasi kita tidak berhenti di level daerah akan tetapi juga masuk ke desa dengan dua kewenangan hak asal-usul dan pengelolaan aset lokal," tandasnya.
Dari sisi masyarakat sipil, Erani menjelaskan, ada satu gerakan kolektif dan kreatid dari masyarakat desa dalam membangun kesadaran. "Jadi BUMDes ini tidak hanya bernilai ekonom isemata akan tetapi ada aspek-aspek filosofis didalamnya," papar Erani.
Tiga konteks dalam melihat BUMDes, kemudian menjadi pengarus utamaan tiga pilar yakni, Jaring Komunitas Wiradesa, Lumbung Ekonomi Desa dan Lingkar Budaya Desa. "dari pengarus utamaan ini yang terpenting yaitu kiprah masyarakat dan pokok persoalannya bukan terletak di modal, akan tetapi pada kreatifitas dan akad antar masyarakat untuk mengolah SDA, kekayaan desa bukan yang diberikan oleh pemerintah," tutup erani.
Sementara itu, Dirtektur IRE, Sunaji Zaqmroni menjelaskan ada lima tantangan yang dihadapi pemerintah dalam membuatkan ekonomi desa. Pertama, warta seputar penataan lembaga-lembaga ekonomi yang ada di desa semoga bersinergi dalam penguatan ekonomi desa.
Kedua, status dan legalitas BUMDesa termasuk kaitannya Badan Hukum BUMDesa. Ketiga, hak kuasa dan hak kelola ata aset-aset Desa maupun aset-aset pemerintah yang ada di desa. Keempat, warta perihal kebijakan Penyertaan Modal Desa pada forum ekonomi di desa dan BUMDesa. Kelima integrasi dan harmonisasi BUMDesa dalam pengembangan kawasan.
Berdasarkan isu-isu strategis tersebut, Sunaji merumuskan beberapa rekomendasi yang terkait pengembangan ekonomi desa guna perbaikan kebijakan terkait aset dan pengembangan ekonomi lokal.
"Pertama, memperjelas kebijakan terkait dengan status aset dan pengembangan Ekonomi Desa. Kedua, membangun harmoni dan sinergi anar pemerintah daerah dan pemerintah desa, baik dalam hal kebijakan maupun pendampingan, menyerupai harmoni perencanaan dalam RPJM Daerah dan RPJM Desa terkait pengembangan ekonomi dalam satu kawasan. (Sumber: Kemendesa)