Dana Desa Jangan Jadi Pesta Raja Kecil

Ayo Bangun Desa - Ini pesan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (MendesPTT) Eko Putro Sandjojo. Saat berkunjung ke Balai Pembibitan Ternak Unggul-Hijauan Pakan Ternak Padang Mengateh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sabtu (4/2/2017) semoga dana desa tidak disalahgunakan.

 Saat berkunjung ke Balai Pembibitan Ternak Unggul Dana Desa Jangan Makara Pesta Raja Kecil
Dana Desa | Ilustrasi
Pesan yang disampaikan Eko itu demikian penting. Sebab, bukan apa-apa, dana desa kerap menjadikan problem klasik sehabis ditransfer dari pemerintah pusat. Dana yang seharusnya digunakan untuk pengembangan pendidikan, kesehatan, pembangunan infrastruktur, penanganan orang miskin dan banyak sekali progam lainnyadi tempat masing-masing, seringkali diputar ke tempat lain. Utamanya ke banyak sekali instrumen investasi.

Awalnya, dana desa tersebut ditempatkan di banyak sekali Bank Pembangunan Daerah, seakan-akan diivestasikan ke deposito atau SBI. Namun, dana-dana tersebut ternyata banyak ditempatkan di pasar modal dengan cita-cita dapat memperoleh laba yang besar.

Baca: Mendes Minta Kades Fokus Empat Program Prioritas

Persoalan menjadi pelik, lantaran ternyata Kementerian Keuangan tak dapat berbuat apa-apajika pejabat pemda menginvestasikan dana tersebut. Sebab, mengelola atau menginvestasikan dana APBD ternyata sah-sah saja. Dengan syarat, dana yang diinvestasikan merupakan dana nganggur dari surplus anggaran. Catatan lainnya, akomodasi pelayanan masyarakat di tempat yang bersangkutan sudah baik.

Memang, semenjak Jokowi menjadi presiden, bandul politik anggaran mulai digeser ke daerah. Saban tahun pemerintah menaikkan dana desa. Kalau pada 2015 hanya Rp 20,8 triliun, tahun 2016 sudah menjadi Rp 40,96 triliun. Tahun ini naik lagi menjadi Rp 60 triliun. Pada 2018, dana desa direncanakan naik lagi menjadi Rp 120 triliun.

Gede memang. Tapi kalau pengawasannya lemah dan tidak dibentuk sistem untuk mengawasi penggunaannya, dana-dana desa itu hanya menjadi ajang pesta pora para raja kecil di daerah.


Jika ini dibiarkan terus, dampaknya tentu cukup mengkhawatirkan. Itulah sebabnya, planning Kementerian Keuangan yang akan mengenakan hukuman bagi pemerintah tempat yang banyak mengendapkan dananya di bank harus disambut baik. Salah satu planning itu yaitu mengubah sistem cash transfer atau transfer tunai menjadi Surat Berharga Negara (SBN). 

Jika dari hasil penilaian ada pemerintah tempat yang mempunyai dana endap tinggi, maka pada bulan berikutnya sebagian sebagian dana transfer umum (DTU) akan diganti dengan SBN. Sistem gres ini dibutuhkan menjadi pendorong daya serap APBD.

Bagi masyarakat dan pemerintah pusat, sistem gres ini tentu sangat menguntungkan. Sebab, Kementerian Keuangan, misalnya, tak perlu repot-repot lagi mencari pembeli SBN. Sementara bagi masyarakat, dengan semakin lancarnya pelaksanaan aktivitas pembangunan, perekonomian tempat dapat menggeliat dan lapangan kerja pun tercipta.[
Sumber: Inilah.com]

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel