Ketimpangan Pembangunan Kawasan Ciptakan Kesenjangan Kota Dan Desa

Ayo Bangun Desa - Meski aneka macam acara pembangunan kawasan telah dirancang dan bahkan sebagian lainnya sudah dilakukan pemerintah semenjak dberlakukannya ototnomi daerah, namun ketimpangan antara kota dan desa masih tinggi. 

Marwan Jafar,  Mantan Mendes PDTT/Images
Hal tersebut terlihat dari jumlah penduduk perkotaan di Indonesia masih lebih besar dibandingkan penduduk pedesaan dengan komposisi 56 persen berbanding 44 persen.

"Dengan pertumbuhan yang timpang antara desa dan kota tersebut menjadikan kesenjangan antara desa dan kota yang cukup tinggi dengan donasi kota besar dan metropolitan terhadap pertumbuhan mencapai 32 persen, sedangkan donasi kota menengah dan kecil hanya 7 persen terhadap pertumbuhan," ujar Ketua Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) DPP PKB, Marwan Jafar, di Jakarta, Minggu (2/4).

Dari sisi ekonomi, kata Marwan, kemiskinan di desa meningkat hampir dua kali lipat dibanding perkotaan. Badan Pusat Statistik menyebutkan, persentase kemiskinan di pedesaan tercatat meningkat hampir dua kali lipat yakni mencapai 13,96 persen dibanding penduduk miskin di kota sebesar 7,7 persen.

"Presiden Jokowi juga dalam beberapa kesempatan pekan kemudian menyinggung soal ketimpangan ini, mengakui tingat ketimpangan ekonomi desa dan kota yang meningkat tajam," katanya dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Gerakan Mahasiswa Satu Bangsa (Gemasaba).

"Hasil studi NFID dan Oxfam pada 2017 juga menyebutkan bahwa ketimpangan saluran antara pedesaan dan perkotaan terhadap infrastruktur ibarat jaringan listrik dan jalan berkualitas semakin memperlebar ketimpangan spasial," ungkapnya dalam siaran persnya.

Oleh alasannya yakni itu, sangat dibutuhkan langkah strategis guna membuat penyeimbangan pembangunan desa dan kota. Salah satunya yakni penguatan pembangunan pertanian, mengingat secara umum dikuasai kegiatan perekonomian masyarakaht desa masih bergantung pada tingkat produktivitas Sumber Daya Alam (SDA), termasuk di dalamnya yakni peternakan.

"Kebijakan penguatan pembangunan pertanian sejauh masih lemah, hal itu dibuktikan dengan masih ada kecenderungan daerah-daerah menentukan eksploitasi sumber daya alam daripada memperkuat sektor produktif lainnya ibarat pertanian," kata Marwan.

Bukti lain lemahnya kebijakan penguatan pembangunan pertanian yakni masyaraat desa masih mengalami kesulitan saluran kredit perjuangan di kalangan kelompok-kelompok perjuangan pertanian. "Meskipun selama ini sudah ada aneka macam himbauan bahkan acara untuk memudahkan saluran kredit, tapi beberapa kasus menyampaikan acara kredit perjuangan ini masih menemui hambatan ditingkat teknis-administratif," tegasnya.

"Yang tak kalah penting dalam menangani disparitas pembangunan yakni dengan membuat penyeimbangan pembangunan desa-kota dari aneka macam aspek baik ekonomi, politik, hukum, sosial-budaya, dan lainnya. Sehingga, ke depan terjadi pemerataan pembangunan sosial ekonomi antara desa dan kota," tutup Marwan.

Sementara itu, Ketua Umum DPN Gemasaba, Heru Widodo, mengatakan, acara pemerintah yang fokus pada pembangunan infrastruktur di kawasan tidak menyampaikan dampak yang baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi antara desa dan kota.

"Kesenjangan sosial ekonomi masih tinggi, ketimpangan kesejahteraan semakin terlihat jelas. Hal tersebut dipicu alasannya yakni laju pertumbuhan ekonomi yang rendah dan semakin tingginya angka pengangguran. Dalam aneka macam kasus daerah, contohnya NTT, Maluku, dan Jawa Barat, masih banyak bayi yang kurang gizi. Karena faktor ekonomi orang renta mereka tak bisa memenuhi kebutuhan gizi anak," ujarnya.(*)

Antranews.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel