Pelaksanaan Watak Perkawinan Di Aceh Utara
Dalam pelaksanaan sopan santun di Aceh tidak sanggup dipisahkan dari Syariat Islam. Salah satunya ialah sopan santun dalam menentukan jodoh atau pasangan hidup. Tujuannya biar insan saling mengenal satu sama lain dalam perbedaan budaya, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an.
“Hai manusia, bahwasanya Kami membuat kau dari seorang pria dan seorang perempuan dan menjadikan kau berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kau saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kau disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (Qs. Al-Hujarat : 13)”
Dalam mayoritas masyarakat Aceh, proses pemilihan jodoh merupakan aktivitas atau inisiatif dari pihak pria (pihak linto), maka jarang sekali kita menemukan inisiatif pemilihan jodoh tiba dari pihak perempuan (pihak dara baroe)
Bilamana ada yang tiba dari pihak perempuan (dara baro), pelaksanaannya dilaksanakan dengan cara yang sangat rahasia, biar tidak menjadikan ocehan-ocehan di masyarakat umum mirip terlukis dalam kiasan, “Lagee mon mita tima“, atau mirip sumur mencari timba (perempuan mencari suami).
Namun seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Kemurnian pelaksanaan sopan santun menentukan jodoh (meminang) pada sebagian masyarakat Aceh ikut mengalami perubahan. Sehingga dalam masyarakat Aceh remaja ini terdapat dua teladan tata cara pemilihan jodoh:
Pola pertama yaitu dilakukan oleh orang bau tanah atas persetujuan anaknya. Pelaksanaan cara ini masih murni, belum terpengaruh oleh kemajuan zaman. Mereka masih memegang teguh dan menghormati ungkapan; "Adat Bak Po Teumeureuhom".
"Po Teumeureuhom" ialah sebuah kehormatan pada orang yang telah meninggal dunia (Wafat) yaitu almarhum Sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda ialah sebagai lambanng dari pemegang kekuasaan dalam pemerintahan kerajaan Aceh Darussalam yang adil dan makmur dimasa jayanya.
Pola kedua yaitu pemilihan dilakukan sendiri oleh perjaka yang bersangkutan, setelah itu gres diminta persetujuan dari kedua orang tuanya. Pola ini lebih secara umum dikuasai terjadi dikalangan masyarakat perkotaan dan kemudian menyusup ke pelosok gampong (desa) di Aceh. Baik oleh akhir perkembangan teknologi, perkembangan pendidikan belum dewasa desa dan urbanisasi pemuda-pemuda desa ke kota.
Jodoh ialah belakang layar Tuhan. Bila tidak berjodoh, sedekat apa pun hubungannya, tetap tidak akan hingga ke pelaminan. Pun sebaliknya, jikalau berjodoh, sejauh apa jua hubungannya, niscaya akan menikah. Bila Anda yang Allah takdirkan menemukan jodoh hidup dengan perempuan Kabupten Aceh Utara, sebaiknya ada ketahui pelaksanaan Adat Perkawinan yang berlaku di kawasan tersebut. Berikut pelaksanaan Adat Perkawinan di Kabupaten Aceh Utar yang kami sadur dari website http://www.acehutara.go.id/
1. Cah Rauh
Cah Rauh merupakan tahap awal perkenalan orang tua/ keluarga antar kedua belah pihak. Dalam sopan santun Perkawinan Aceh Utara, Cah Rauh dilakukan oleh kerabat atau orang yang dipercaya oleh keluarga calon Linto Baro yang disebut juga Seulangkee. Saat berkunjung ke rumah calon Dara Baro, Seulangkee membawa bungong jaroe mirip gula, teh, kopi, susu, roti kaleng. Beberapa hal yang dibicarakan dan dipertanyakan oleh Seulangkee pada proses ini ialah :
- Menjelaskan mengenai maksud kedatangan Seulangkee;
- Apakah calon Dara Baro masih single (belum mendapatkan pinangan seseorang);
- Apakah calon Dara Baro bersedia dipinang oleh calon Linto Baro.
2. Jak Meulakee (Jak Peuteunte)
Setelah prosesi sopan santun Cah Rauh dilakukan, langkah selanjutnya ialah Jak Meulakee. Jak Meulakee ini dilakukan oleh Seulangkee, Ayah Linto Baro dan Ureung Tuha Gampong. Hal yang dibicarakan dalam proses ini ialah :
- Menentukan berapa jumlah jeulamee (menentukan berapa mahar);
- Kapan akan dilakukan proses Mee Ranub (Ba Tanda) ;
- Berapa jumlah rombongan mee ranub.
Bungong jaroe mirip gula, teh, kopi, susu, roti kaleng (sama mirip ketika Cah Rauh) menjadikan kedatangan rombongan Jak Meulakee lebih bersahaja.
3. Mee Ranub (Ba Tanda)
Rombongan Mee ranub terdiri dari anggota keluarga, Wali pihak Linto Baro, Ureung Tuha Gampong dan Seulangkee. Dalam proses ini, ditentukan lebih lanjut mengenai rencana ijab kabul (penentuan tanggal ijab kabul atau penentuan lamanya tenggang waktu). Jika waktu menikah ditentukan bersamaan dengan waktunya preh linto, maka dalam prosesi Mee Ranub ini juga ditentukan berapa jumlah rombongan yang akan Intat Linto nanti. Daftar barang bawaan yang wajib dalam sopan santun ini ialah :
- Ranub batee
- Emas (cincin tunangan), diletakkan dalam bate (batu) yang dialasi dengan lima macam bibit mirip bibit labu ie, labu tanoh, bibit pik, reuteuk, kunyit, dll (bibit tanaman, lebih diutamakan tumbuhan yang menjalar).
Hal ini mengisyaratkan bahwa proses Mee Ranub ialah tahap awal dimulainya proses perkenalan anak insan yang diibaratkan mirip bibit tumbuhan yang nantinya akan hidup, tumbuh dan berkembang biak melahirkan generasi demi generasi yang berkelanjutan. Cincin tunangan yang dibawa tersebut, ada yang diberikan sebagai hadiah atau diubahsuaikan dengan jumlah keseluruhan jeulame.
- Kue dalam dalong mirip dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll (sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan).
- Ija bajee sigoe treun yang diletakkan dalam talam yang berisi gula, kopi, susu, roti kaleng, limun/fanta/dll dengan disekelilingnya disusun bungkusan ranup sebanyak 21 bungkus. Ranup bungkus ini kemudian akan diserahkan kepada para wali Dara Baro, Geuchik, Imum dan Ureung Tuha Gampong sebagai pemberitahuan bahwa anak perempuannya sudah mempunyai calon Linto Baro.
4. Pernikahan
Pernikahan ada yang dilakukan di mesjid, Kantor KUA dan dirumah Dara Baro. Jika dilakukan dirumah Dara Baro maka sebelumnya telah dikomunikasikan antara kedua belah pihak perihal jumlah rombongan Linto Baro yang akan hadir pada program ijab kabul tersebut. Ruang ijab kabul didekorasi lebih sederhana dengan memakai ija tabeng, kasur, sprei kasab, dalong bu leukat dan dalong on seunijuk serta tikar tempat duduk rombongan jak peungen Linto. Pada tahapan ini, rombongan juga membawa beberapa perlengkapan mirip :
- Ranub bate;
- Emas (mahar/sisa mahar) yang ditempatkan dalam batee dengan dibungkus kain kuning;
- Talam yang di isi dengan gula, kopi, susu, roti kaleng, limun/fanta/dll;
- Kue dalam dalong mirip dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll (sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan).
- Ija bajee sigoe treun (ija krong, ija baje, ija sawak, silop)
Kira-kira 3 (tiga) hari sebelum dilakukannya program preh linto di rumah Dara Baro, Utusan dari pihak Linto Baro akan mengirimkan keperluan mirip beras dan uang (menurut kemampuan ekonomi dan kepantasan) serta on gaca (daun inai). Adat ini dikenal dengan intat ranub gaca. On gaca (daun inai) tersebut, sebagian dihaluskan dan sebagian lagi disiangi dengan dibuang tulang daunnya. On gaca halus kemudian dibungkus dengan daun birah dan on gaca yang telah disiangi dibungkus dengan on teulayu (daun pisang).
5. Preh Linto Baro
- Acara Preh Linto Baro adalah pesta pelantikan dirumah orang bau tanah Dara Baro. Setibanya Linto Baro dirumah orang bau tanah Dara Baro, maka Seumapa yang merupakan salam pembuka atas kedatangan rombongan Linto akan dimulai. Kedua belah pihak biasanya telah menyiapkan orang yang mempunyai keahlian dalam bidang Seumapa.
- Setelah Seumapa disudahi maka petugas yang telah ditunjuk dari kedua belah pihak akan melaksanakan tuka batee dan tuka payong. Hal ini menandakan bahwa rombongan Linto Baro telah diterima oleh pihak Dara Baro.
- Acara kemudian dilanjutkan dengan tari Ranup Lampuan untuk menyambut kedatangan rombongan Linto Baro. Selesai tari Ranup Lampuan, maka Linto akan dituntun menuju pintu depan rumah orang bau tanah Dara Baro (disini, keluarga Dara Baro dan Dara Baro telah menunggu didepan pintu).
- Begitu Linto Baro sampai, maka keluarga dari pihak Dara Baro akan geupeubreuh padee Linto Baro. Selanjutnya Ibu Peuganjo akan mencuci kaki Linto Baro.. Setelah itu Linto akan dibawa kepelaminan untuk disandingkan dengan Darabaro dan dipeusijuk oleh Ibu Imum (Peutua Adat Perempuan). Peusijuk oleh Ibu Imum ini menandakan bahwa Linto Baro telah diterima sebagai warga gres di desa tersebut. Sementara Linto dan Dara Baro dipeusijuk, tamu besan dipersilahkan dan diatur untuk menempati ruang hidangan besan. Jumlah tamu besan diubahsuaikan dengan luasnya ruangan, biasanya ±20 orang. (Hidangan untuk tamu besan merupakan hidangan khusus dan sedikit berbeda dengan hidangan tamu diluar).
- Setelah tamu besan, Linto dan Dara Baro simpulan menyantap hidangan, kemudian Ranup Sigapu dan Narit Sinambot yang merupakan suatu prosesi sopan santun serah terima Linto Baro dan serah terima seserahan dari pihak Linto kepada Dara Baro pun dilakukan. Ranup Sigapu dan Narit Sinambot ini biasanya dilakukan oleh ureung tuha/orang yang dipercayakan dari kedua belah pihak yang jago dibidang ini.
- Selesai Ranup Sigapu dan Narit Sinambot, kemudian Linto Baro akan dipeusijuk oleh keluarga Dara Baro (saudara Mamak dan saudara Ayah Dara Baro) dalam jumlah gasal yang telah ditentukan.
- Prosesi selanjutnya ialah Peutujoh, yang dilakukan dalam sopan santun ini ialah peuturi besan (seumah tuan) dari pihak Dara Baro kepada Linto Baro. Saat menyalami Linto Baro, keluarga dari Dara Baro telah siap dengan aso jaroe (salam tempel). Khusus ibu Dara Baro, ketika perkenalan tersebut telah mempersiapkan ija sinalen (kain sarung atau pakaian) dan emas (biasanya cincin 1 mayam) untuk diberikan kepada Linto Baro.
Dalam Acara Preh Linto, selain adat-adat sebagaimana yang telah disebutkan diatas, juga terdapat Adat pula u yaitu sopan santun menanam kelapa bertunas (u timoh) yang telah dibawa oleh Linto Baro. Dahulu, sopan santun pula u ini dilakukan di pagi hari pada keesokan harinya, namun seiring perkembangan zaman dengan mengingat kesibukan keluarga dan perubahan teladan hidup dalam masyarakat ketika ini maka sopan santun pula u dilakukan juga pada hari preh linto.
Dalam program Intat Linto, rombongan Intat Linto telah mempersiapkan seserahan dan barang-barang yang akan diberikan kepada Dara Baro berupa :
- U Timoh, yaitu kelapa yang telah bertunas (biasanya 2 lembar) sebagai perlambang bahwa hari ini ialah titik awal membina perahu keluarga dan diperlukan sanggup tumbuh laksana tumbuhnya pohon kelapa dimana setiap bagiannya mempunyai manfaat dan tidak ada yang sis-sia.
- Peuleuman si aso, isinya yaitu padee leukat (padi ketan), tarok labu dan tarok ranub (tunas labu dan tunas sirih). Diletakkan dalam peuleuman (seperti mangkok keramik), nantinya peuleuman ini akan diletakkan dibawah tempat tidur kamar pengantin. Perlambangan dari hal ini ialah bahwa hidup berkeluarga itu dimulai pelan-pelan, ia akan terus tumbuh dan mengakar dalam masyarakat maka jadilah mirip labu atau sirih yang sanggup mengikuti keadaan dalam setiap kondisi dan tetap menonjol meskipun dalam semak belukar.
- Pakaian, peralatan ibadah, kosmetik, sandal/sepatu, peralatan mandi, pakaian dalam, dll.
- Peurakan, yaitu rumoh sopan santun Aceh yang berisi didalamnya limun, gula, susu, teh, kopi, sabun basuh (untuk basuh piring kenduri), makanann ringan. Barang-barang ini biasanya dibagikan kepada geuchik, imum, ureung tuha gampong dan belum dewasa sebagai menerangkan persahabatan dari pihak Linto.
- U teulason, yaitu kelapa yang tidak muda dan tidak bau tanah yang dikupas tapi masih tetap mempunyai sebagian kulit. Kelapa ini dimaksudkan untuk materi memasak dirumah Dara Baro, pada keesokan harinya ketika berbenah simpulan program Preh Linto. Biasanya untuk materi memasak kuah leumak.
- Pisang meuteundon, yaitu pisang bertandan. Dahulu, pisang yang dibawa ialah pisang klat barat (pisang raja). Kegunaannya sama mirip u teulason. Pisang ini sanggup dijadikan makanan/snack (pisang goreng, leughok, dll) ketika mereka bekerja.
- Teubee Meu’on, yaitu tebu yang mempunyai daun. Tebu ini akan dibagikan kepada belum dewasa yang ibunya turut serta dalam membantu benah-benah di rumah Dara Baro biar mereka tidak mengganggu pekerjaan ibunya.
6. Intat Dara Baro
Intat Dara Barao Yaitu proses sopan santun mengantar Dara Baro ke rumah Linto baro. Biasanya dilakukan berselang 1 (satu) hari setelah program Preh Linto Baro. Dalam sopan santun ini terdapat beberapa perlengkapan yang dibawa oleh rombongan Dara Baro kepada keluarga Linto Baro yaitu :
- Ranup batee;
- Kue dalam dalong mirip dodoi, meuseukat, wajek, keukarah, bhoi, dll (sesuai dengan kondisi ekonomi keluarga dan kepantasan). Lebih anggun sebanyak-banyaknya.
- Sebelum Dara Baro dibawa masuk kedalam rumah orang bau tanah Linto, terlebih dahulu Dara Baro akan didudukkan dikursi yang diletakkan didepan pintu rumah orang bau tanah Linto untuk geupeubreuh padee oleh Peutua Adat Perempuan setempat dan dicuci kakinya oleh ibu Peuganjoo (pendamping/yang mengurusi Dara Baro).
- Lalu Dara Baro akan geupeugapit ie dalam serahi yaitu sopan santun menggendong air yang diletakkan dalam suatu wadah berbentuk botol. Kemudian bersalaman dan menyerahkan botol serahi tersebut kepada Mak Tuan (Ibu Mertua). Sambil dituntun oleh Mak Tuan, Dara Baro menuju pelaminan.
- Di atas pelaminan, Dara Baro dipeusijuk oleh keluarga Linto Baro (Saudara dari Bapak dan Saudara dari Mamak Linto Baro). Lalu Linto, Dara Baro dan rombongan tamu besan dipersilahkan untuk menyantap hidangan besan.
- Peulhuek eumpang breuh, menjadi prosesi sopan santun selanjutnya. Oleh Peutua Adat Perempuan dipihak Linto Baro, tangan Dara Baro diambil dan dimasukkan kedalam empang breuh (eumpang gampet yang didalamnya berisi beras, diatas beras diletakkan gelas yang didalamnya berisi garam dan telur dibagian paling atas) sambil diberi pesan “nyoe pat hai aneuk, breuh mangat ta tagun, ta bri keu Tuan teuh, keu Lako baro ta pajoh keudroe”
- Kemudian Mamak Linto akan menyerakankan gelas, piring, sendok, mangkok dan kobokan kepada Dara Baro sebagai peralatan makan Linto nantinya. Sambil diserahkannya peralatan tersebut oleh Ibu Linto, ibu Peuganjoo berkata “nyoe pat hai aneuk, cawan ngen pingan keu gata, nyang lhok tab oh kuah yang deu taboh sira”
- Sama mirip pada sopan santun Preh Linto, pada program Preh Dara Baro juga terdapat sopan santun Seumah Tuan, disini Mak Tuan juga geumeubri, biasanya cincin emas atau bros emas. Setelah itu Dara Baro akan diperkenalkan kepada seluruh keluarga Linto Baro sambil bersalam-salaman (salam tempel).
Ditulis Oleh: Khamisna Zulaili, S.Si sebagaimana telah dituturkan oleh Narasumber: Ibu Misbahul Jannah (kabag Aset DPKKD Aceh Utara), Ahli Adat Istiadat Aceh Utara. H. Abdullah Basuki (Kabid Pusaka Adat/Budaya MAA Aceh Utara). T. Syamsul fajri, S.Sos (Sekretaris MAA Aceh Utara)