Robert Na Endi Jaweng: Dpr Tak Paham Konsep Dana Desa

GampongRT, Jakarta - dewan perwakilan rakyat periode 2009-2014 bermaksud memangkas dana desa. Dari 9,1 triliun alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015, mereka meminta Rp 7,6 triliun di antaranya dikembalikan ke dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan.
Permintaan tersebut terungkap dalam rapat kerja Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Kementerian Keuangan di Jakarta, selesai Agustus. Rapat dilakukan sehari sebelum rapat paripurna pengukuhan Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015.

Dalam catatannya, Komisi II dewan perwakilan rakyat menolak pengalihan anggaran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan senilai Rp 7,6 triliun menjadi anggaran dana desa. Selanjutnya Komisi II dewan perwakilan rakyat meminta pengalokasian dana dikembalikan ke dalam kegiatan-kegiatan yang tercakup dalam PNPM Mandiri Pedesaan di Kementerian Dalam Negeri.


Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng, di Jakarta, Minggu (5/10), menyatakan, undangan itu memperlihatkan bahwa dewan perwakilan rakyat tidak memahami konsep dana desa. Sebagaimana dimaksudkan Pasal 72 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa, sumber keuangan desa yang berasal dari APBN merupakan realokasi dari agenda berbasis desa.


PNPM, berdasarkan Endi, cukup berhasil dan dirasakan masyarakat desa. Namun, bukan berarti PNPM dilarang direalokasikan ke dana desa. Justru metode kerjanya sanggup diadopsi dalam melakukan UU Desa. Otonomi desa, sebagaimana esensi UU Desa, memberi kewenangan kepada warga dan pemerintah desa untuk swakelola.


”Problemnya yaitu ada arus yang berlawanan. Bahkan arus itu justru kencang di level pusat. Pusat masih setengah hati dalam praktiknya,” kata Endi.


Atas catatan dari Komisi II dewan perwakilan rakyat itu, Endi meminta pemerintahan gres sebaiknya mengabaikannya. Lebih baik konsisten menerapkan UU Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa.


Secara terpisah, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani menyatakan, undangan Komisi II dewan perwakilan rakyat soal dana desa itu tidak memperlihatkan implikasi apa pun. Hal itu sebatas catatan dewan perwakilan rakyat untuk materi penyusunan revisi APBN 2015.


Sementara itu, APBN 2015 tetap sesuai penetapan undang- undangnya. Artinya dana desa tetap dialokasikan Rp 9,1 triliun.


”Nanti dalam menyusun RAPBN Perubahan 2015, bergantung pemerintah gres bagaimana merespons catatan Komisi II dewan perwakilan rakyat tersebut,” kata Askolani.


UU Nomor 6 Tahun 2014 wacana Desa menyebutkan, desa akan mendapatkan sejumlah sumber pendapatan. Terbesar berasal dari APBN, yakni dana desa dan alokasi dana desa (ADD). Dana desa, besarnya yaitu 10 persen dari total dana transfer. Adapun ADD besarnya 10 persen dari dana perimbangan yang telah dikurangi dana alokasi khusus.


Jika dana transfer dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 mencapai Rp 630,9 triliun, alokasi ideal dana desa yaitu Rp 63,09 triliun. Jika desa target sebanyak 72.944 desa, idealnya setiap desa menerima rata-rata Rp 865 juta.


Namun, faktanya APBN 2015 hanya mengalokasikan Rp 9,1 triliun atau 0,01 persen dari total dana transfer. Artinya, setiap desa rata-rata hanya akan mendapatkan Rp 124,75 juta. (LAS)


Sumber: Kompas

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel