Tata Kelola Penganggaran Desa
Pengelolaan keuangan desa haruslah menurut tatakelola pemerintahan yang baik (good governance). Pengelolaan keuangan desa sebagaimana tertuang dalam Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 harus dijalankan dengan azas transparan, akuntabel, partisipatif serta dilaksanakan dengan tertib dan disiplin anggaran.
Asas transparansi merupakan prinsip keterbukaan, memungkinkan semua masyarakat untuk mengetahui dan menerima kanal isu seluas-luasnya wacana keuangan desa. Informasi wacana keuangan dan penyelenggaraan pemerintahan desa yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif merupakan hak masyarakat. Penerapan asas transparansi ini tentunya dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan.
Azas akuntabel dalam keuangan desa merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya. Dan juga pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang memilih apakah setiap acara dan hasil selesai acara penyelenggaraan pemerintahan desa sanggup dipertanggungjawabkan.
Oleh alasannya itu, dalam menjalankan pengelolaan anggaran, pemerintah desa perlu memperhatikan fungsi APBDesa, sebagai berikut:
Jika merujuk pada UU No. 17 Tahun 2003 wacana Keuangan Negara, UU No. 32 Tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah, UU No. 33 Tahun 2004 wacana Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, UU No. 1 Tahun 2004 wacana Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 wacana Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, maka tidak ada cuilan yang secara khusus mengatur wacana keuangan desa.
Pengaturan hanya hingga di tingkat kabupaten/kota dan desa dianggap cuilan dari kabupaten/ kota. Regulasi yang mengatur wacana keuangan desa ialah PP No. 72 Tahun 2005 wacana Desa yang merupakan aturan turunan dari UU No 32 Tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah. Substansi yang diatur di PP No. 72 Tahun 2005 relatif sama dengan substansi yang ada di dalam UU Desa. Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa pengaturan wacana keuangan desa di dalam UU Desa ini ialah meningkatkan status aturan dari Peraturan Pemerintah menjadi Undang-Undang.
(Referensi: Mewujudkan Desa Inklusif, Perencanaan Penganggaran Partisipatif Pro Poor dan Responsif Gender, Donwload Disini)
Azas akuntabel dalam keuangan desa merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya. Dan juga pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Asas akuntabel yang memilih apakah setiap acara dan hasil selesai acara penyelenggaraan pemerintahan desa sanggup dipertanggungjawabkan.
Pertanggungjawaban tidak hanya diberikan kepada pemerintahan yang lebih tinggi tetapi juga kepada masyarakat Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan azas partisipatif, merupakan penyelenggaraan pemerintahan desa yang melibatkan/mengikutsertakan kelembagaan Desa dan kelompok masyarakat Desa. Pelibatannya dilakukan dalam setiap tahapan baik perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasinya.
Pengelolaan keuangan desa juga harus dijalankan secara tertib dan disiplin anggaran. Pengelolaan keuangan desa harus mengacu pada aturan atau anutan yang melandasinya.
Selain hal di atas, pengelolaan keuangan desa harus dijalankan dengan mengedepankan keadilan. Artinya harus ada keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban menurut pertimbangan yang obyektif.
Selain itu, harus dipastikan pula kemanfatan penggunaan keuangan desa untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat khususnya bagi kelompok warga miskin, wanita dan pelestarian lingkungan.
- Fungsi otorisasi ialah bahwa anggaran desa menjadi dasar untuk melakukan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran desa menjadi anutan bagi administrasi dalam merencanakan acara pada tahun yang bersangkutan.
- Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran desa menjadi anutan untuk menilai apakah acara penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
- Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran desa harus diarahkan untuk membuat lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian desa.
- Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran desa harus memperhatikan rasa keadilan bagi masyarakat desa.
- Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah desa menjadi alat untuk memelihara dan mengucapkan keseimbangan mendasar perekonomian desa.
Menurut Pasal 71 UU Desa keuangan desa ialah semua hak dan kewajiban desa yang sanggup dinilai dengan uang serta segala sesuatu berupa uang dan barang yang bekerjasama dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Hak dan kewajiban desa mengakibatkan pendapatan, belanja, pembiayaan, dan pengelolaan keuangan desa.
Selanjutnya dalam pasal 75 disebutkan bahwa kepala desa ialah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa. Di dalam melakukan pengelolaan keuangan desa, kepala desa menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat desa. Selain itu, di pasal 72 ayat (5) juga disebutkan bahwa dalam rangka pengelolaan keuangan desa, kepala desa melimpahkan sebagian kewenangan kepada perangkat desa yang ditunjuk.
Pengaturan hanya hingga di tingkat kabupaten/kota dan desa dianggap cuilan dari kabupaten/ kota. Regulasi yang mengatur wacana keuangan desa ialah PP No. 72 Tahun 2005 wacana Desa yang merupakan aturan turunan dari UU No 32 Tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah. Substansi yang diatur di PP No. 72 Tahun 2005 relatif sama dengan substansi yang ada di dalam UU Desa. Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa pengaturan wacana keuangan desa di dalam UU Desa ini ialah meningkatkan status aturan dari Peraturan Pemerintah menjadi Undang-Undang.
(Referensi: Mewujudkan Desa Inklusif, Perencanaan Penganggaran Partisipatif Pro Poor dan Responsif Gender, Donwload Disini)