Khawatir Dana Desa Dikorupsi

Tidak ketinggalan, KPK, menurut hasil kajiannya, menunjuk 14 perkara pengelolaan dana desa yang berpotensi menjadi korupsi. Ke-14 perkara tersebut di antaranya berafiliasi dengan pengawasan, pengaduan masyarakat, pertanggungjawaban, sumber daya manusia, serta monitor dan evaluasi.

Sesungguhnya, kekhawatiran bahwa dana desa dikorupsi mestinya tak muncul kalau hakikat pemberian dana desa dilihat pada perspektif yang benar, sesuai amanat UU Desa (UU No 6 Tahun 2014). Dana desa yakni hak desa yang diberikan sebagai konsekuensi logis dan ikutan dari rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas yang diberikan kepada kesatuan masyarakat aturan yang berjulukan desa.

Napas utama UU Desa yakni rekognisi (pengakuan) dan subsidiaritas. Denganrekognisi, pemerintah menawarkan pengukuhan kepada kesatuan masyarakat aturan yang berjulukan desa atas prakarsa masyarakat, hak asal- usul, dan/atau hak tradisional. Sebagai kesatuanmasyarakat hukum, desa bukanlah bawahan kabupaten/kota, melainkan organisasi pemerintahan berbasis masyarakat (kombinasi self governing community dan local self government) yang berafiliasi pribadi dengan kehidupan masyarakat sehari-hari.

Dengan subsidiaritas, negara menyerahkankewenangan lokal berskala desa menjadi kewenangan desa. Dengan demikian, terdapat sejumlah kewenangan yang jadi kewenangan desa tanpa harus melalui proses pelimpahan (delegasi) urusan/kewenangan dari kabupaten/kota. Batasan kewenangan lokal berskala desa yang jadi kewenangan desa sebagian telah diatur dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permen Desa Nomor 1 Tahun 2015) wacana Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.


Atas pengukuhan (rekognisi) dan penyerahan kewenangan (subsidiaritas) itulah, maka negara menawarkan dana kepada desa, mencakup (i) alokasi APBN yang umum disebut dana desa, (ii) bab dari hasil pajak tempat dan retribusi tempat kabupaten/kota (PDRD), dan (iii) alokasi dana desa yang merupakan bab dari dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota (ADD). 


 perkara pengelolaan dana desa yang berpotensi menjadi korupsi Khawatir Dana Desa Dikorupsi
Sejalan dengan rekognisi dan penyerahan kewenangan yang diberikan kepada desa, pemerintah seyogianya tidak ikut campur terlalu jauh atas pengelolaan dana desa. Penggunaan dana desa merupakan hak dan kewenangan desa. Dana desa dipakai oleh desa sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa), Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa). Karena ketiganya disusun sendiri oleh desa (pemerintahan dan masyarakat desa), cara paling efektif dalam pengawasan implementasinya yakni oleh desa itu sendiri, dalam hal ini masyarakat desa.

Secara ekstrem, pertanggungjawaban dana yangbersumber dari APBN ini sejatinya cukup dilakukan dengan bukti yang memperlihatkan dana telah masuk ke rekening kas desa (RKD). Selanjutnya, merupakan kewenangan desa. Dari sisi sistem pengelolaan keuangan negara, secara teknis ini gampang dilakukan dengan memperlakukan dana itu sebagai anggaran dalam kelompok mata anggaran kegiatan (MAK) derma sosial. Dengan memperlakukan dana desa sebagai derma sosial, urusan final begitu dana diterima desa, dan tak ada abdnegara desa terjerat korupsi.

Memang, kita tentu ingin semoga anggaran yang bahu-membahu relatif tidak terlalu besar itu—tahun ini Rp 20,7 triliun untuk 74,093 desa dibandingkan APBN-P 2015 sekitar Rp 2.000 triliun—dapat dipakai secara efektif menyejahterakan rakyat sesuai tujuan UU Desa. Untuk efisiensi dan efektivitas serta dalam rangka mendukung aktivitas dan kepentingan nasional, pemerintah sanggup saja menawarkan instruksi dan rambu-rambu penggunaan dan pengelolaan dana desa sepanjang tak bertentangan dengan napas kewenangan yang telah diberikan kepada desa.

Aturan Bisa Menjerat

Meskipun demikian, terlalu banyak pengaturan justru sanggup menjerat abdnegara desa tersangkut dalam pengelolaan dana desa. Selain itu, aturan yang rumit akan menjadi kontraproduktif alasannya menghambat proses pencairan dan pemanfaatan dana di desa. Lebih dari itu, terlalu banyak aturan sanggup menafikan eksistensi dan kewenangan desa.

Sibuk mengurus aturan dan pengendalian dana desa sanggup mereduksi roh UU Desa. Implementasi UU Desa sanggup terjebak dalam hanya urusan mekanistik-administratif dana desa, padahal dana desa hanya bab kecil dari UU Desa. 

Eksistensi dan kewenangan desa harus diakui. Kecurigaan kepada desa harus disingkirkan jauh-jauh. Melihat desa, abdnegara dan masyarakatnya, sebagai tidak jujur harus dikesampingkan. Desa seyogianya tidak dipandang sebagai kumpulan orang yang inferior. Desa mempunyai kearifan lokal. Desa mempunyai orang-orang yang menjadi panutan. Di balik itu, betapapun tertinggal dan terisolasinya suatu desa, niscaya ada saja anggota masyarakatnya yang melek informasi dan mempunyai sifat kritis.

Sejumlah aturan yang telah diterbitkan dalam rangka pengelolaan dana desa sanggup dianggap lebih dari cukup untuk memastikan dana tersebut dimanfaatkan dengan baik dan benar. Aturan itu mencakup Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2015 yang direvisi dari PP No 60 Tahun 2014 wacana Dana Desa yangbersumber dari APBN,Permen Desa No 3 wacana Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2015, serta Permen Keuangan No 93 Tahun 2015 wacana tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan, dan penilaian dana desa. Ujung dari semua aturan itu yakni peraturan bupati/wali kota kabupaten/kota masing-masing mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian dana desa setiap desa.

Desa Telah Siap 

Tak sanggup dimungkiri, dana desa yang tadinya tak ada dan tiba-tiba muncul di RKD yang notabene ada di bawah kendali abdnegara desa sanggup menciptakan hijau mata segelintir oknum abdnegara desa. Dana sanggup diselewengkan oknum. Namun, di desa ada masyarakat yang sanggup melihat, menilai, melapor. Masyarakat pemilik dana itu yang sebelumnya bersama menyusun APB Desa. Pengelolaan dana sesungguhnya bukanbarang abnormal bagi desa. Bahkan, kelompok masyarakat, melalui Badan Keswadayaan Masyarakat, dan Unit Pengelola Kegiatan sudahbiasa mengelola derma pribadi masyarakat. Serupa dengan dana desa, selama ini juga telah ada ADD yang disalurkan pribadi ke desa.

Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri) yang telah menyentuh 67.108 desa, masyarakat desa telah dikenalkan ke akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dana, termasuk wacana pentingnya menempelkan fotokopi rekening dan rincian penggunaan dana di papan informasi. Menurut catatan, kini di desa masih ada 13.000-an fasilitator PNPM Mandiri (nanti akan berjulukan pendamping) yang melaksanakan pendampingan.

Melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, tahun ini pemerintah akan menambah 26.000 pendamping lokal desa. Salah satu kiprah pendamping ini yakni mendampingi desa dalam mengelola dana desa. Jadi, kekhawatiran dana desa dikorupsi tidak perlu berlebihan dengan memasang terlalu banyak aturan dan mekanisme berbelit yang justru sanggup menjerat abdnegara desa dan menjadi kontraproduktif.

RUSNADI PADJUNG, STAF AHLI BIDANG PEMBANGUNAN DAN KEMASYARAKATAN KEMENTERIAN DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI. [Sumber: Sapa.or.id)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel