Hitung-Hitung Dana Desa
Salah satu permasalahan yang selalu menjadi concern di Indonesia adalahpemerataan pembangunan yang sesuai dengan porsinya, ketika ini pemerintah sangat memerhatikan pembangunan desa. Undang- undang ihwal desa pun telah tertuang pada UU Nomor 6 Tahun 2014. Tidak usang dari sana muncul pula PP Nomor 60 Tahun 2014 ihwal Dana Desa. BPS sangat memegang tugas penting dalam penetapan dana desa alasannya yaitu beberapa data BPS, salah satunya yaitu Indeks Kesulitan Geografis yang berasal dari data Potensi Desa (Podes), dijadikan sumber perhitungan besaran dana desa. Tim VS pun mendatangi sang empunya data, Direktorat Statistik Ketahanan Sosial. Berikut hasil wawancara Tim VS dengan sang dIrektur, Thoman Pardosi.
Apa latar belakang dilakukannya penghitungan Indeks Kesulitan Geografis (IKG)?
IKG dilakukan berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014. Rencananya setiap desa akan mendapat dana maksimal sebesar 1,4 miliar rupiah per desa. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa pengalokasian dana desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angkakemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Oleh karenanya, supaya dana tersebut sempurna sasaran maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta BPS untuk menyediakan data terkait tingkat kesulitan geografis.
IKG dilakukan berdasarkan PP Nomor 60 Tahun 2014. Rencananya setiap desa akan mendapat dana maksimal sebesar 1,4 miliar rupiah per desa. Dalam PP tersebut disebutkan bahwa pengalokasian dana desa dihitung berdasarkan jumlah desa dan dialokasikan dengan memperhatikan jumlah penduduk, angkakemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis. Oleh karenanya, supaya dana tersebut sempurna sasaran maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meminta BPS untuk menyediakan data terkait tingkat kesulitan geografis.
Apa saja komponen-komponen penyusunan IKG?
IKG disusun dari tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar menyerupai kemudahan pendidikan yang mencakup jumlah kemudahan pendidikan menyerupai TK,SD,SLTP, SLTA dan jarak ke kemudahan terdekat kalau tidak ada kemudahan di desa; serta kemudahan kesehatan yang mencakup jumlah kemudahan kesehatan, menyerupai rumah sakit, puskesmas, poliklinik, praktik dokter, poskesdes, dan jarak atau kemudahan kalau tidak ada kemudahan di desa.
Kedua, kondisi infrastruktur menyerupai keberadaan kemudahan ekonomi, pertokoan, pasar, minimarket, hotel, bank; materi bakar untuk memasak dan keberadaan agen/penjual LPG/minyak tanah; serta keluarga pengguna listrik dan penerangan di jalan utama desa. Ketiga, kanal transportasi menyerupai jenis dan kualitas jalan, aksesibilitas jalan, keberadaan dan operasional angkutan umum; serta transportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati/walikota.
IKG disusun dari tiga komponen. Pertama, ketersediaan pelayanan dasar menyerupai kemudahan pendidikan yang mencakup jumlah kemudahan pendidikan menyerupai TK,SD,SLTP, SLTA dan jarak ke kemudahan terdekat kalau tidak ada kemudahan di desa; serta kemudahan kesehatan yang mencakup jumlah kemudahan kesehatan, menyerupai rumah sakit, puskesmas, poliklinik, praktik dokter, poskesdes, dan jarak atau kemudahan kalau tidak ada kemudahan di desa.
Kedua, kondisi infrastruktur menyerupai keberadaan kemudahan ekonomi, pertokoan, pasar, minimarket, hotel, bank; materi bakar untuk memasak dan keberadaan agen/penjual LPG/minyak tanah; serta keluarga pengguna listrik dan penerangan di jalan utama desa. Ketiga, kanal transportasi menyerupai jenis dan kualitas jalan, aksesibilitas jalan, keberadaan dan operasional angkutan umum; serta transportasi dari kantor desa ke kantor camat dan kantor bupati/walikota.
Bagaimana konsep dan metode penghitungan IKG?
Konsep IKG yakni bagaimana keterpaduan ketiga komponen di atas dikaitkan dengan ibu kota kabupaten desa setempat. Misalnya, untuk mengukur jauh atau dekatnya jarak sebuah desa maka dilihat dari seberapa jauh dan bagaimana kanal dari dan menuju ibu kota kabupaten desa setempat, bukan dari ibu kota provinsi. Sebuah desa yang ramai dan cukup akrab jaraknya dengan perbatasan Malaysia, misalnya, sanggup dikatakan sulit kalau jarak menuju ibu kota kabupaten desa setempat cukup jauh dan sulit diakses.
Sementara untuk metode penghitungannya, IKG diolah dari data Podes tahun 2014, yang kemudian dibuatkan indeksnya. Misal data mengenai jarak, ada yang diukur dengan meter, ada yang pula yang diukur dengan kilometer. Nah, semuanya diseragamkan dalam suatu indeks komposit tertimbang dengan skala 0 - 100. Nilai IKG semakin mendekati 100, maka tingkat kesulitan geografisnya semakin tinggi, dan sebaliknya.
Konsep IKG yakni bagaimana keterpaduan ketiga komponen di atas dikaitkan dengan ibu kota kabupaten desa setempat. Misalnya, untuk mengukur jauh atau dekatnya jarak sebuah desa maka dilihat dari seberapa jauh dan bagaimana kanal dari dan menuju ibu kota kabupaten desa setempat, bukan dari ibu kota provinsi. Sebuah desa yang ramai dan cukup akrab jaraknya dengan perbatasan Malaysia, misalnya, sanggup dikatakan sulit kalau jarak menuju ibu kota kabupaten desa setempat cukup jauh dan sulit diakses.
Sementara untuk metode penghitungannya, IKG diolah dari data Podes tahun 2014, yang kemudian dibuatkan indeksnya. Misal data mengenai jarak, ada yang diukur dengan meter, ada yang pula yang diukur dengan kilometer. Nah, semuanya diseragamkan dalam suatu indeks komposit tertimbang dengan skala 0 - 100. Nilai IKG semakin mendekati 100, maka tingkat kesulitan geografisnya semakin tinggi, dan sebaliknya.
Bagaimana hasil penghitungan IKG?
Persentase desa di Indonesia berdasarkan IKG 2014 masih dikategorikan bagus. Lebih dari 57,4 persen desa termasuk kategori IKG 30-50. Hanya 13,7 persen desa termasuk dalam kategori IKG 60
ke atas.
Persentase desa di Indonesia berdasarkan IKG 2014 masih dikategorikan bagus. Lebih dari 57,4 persen desa termasuk kategori IKG 30-50. Hanya 13,7 persen desa termasuk dalam kategori IKG 60
Related:
Selain untuk pemanfaatan alokasi dana desa, IKG sanggup dimanfaatkan untuk apa saja dan siapa stakeholder-nya?
Data IKG nantinya akan dibentuk kategorisasi yang lebih detail, misal kabupaten mana saja yang maju dan kabupaten mana yang tertinggal. Untuk menciptakan kategorisasi ini harus ada tumpuan dan seminar dengan mengundang para ahli. Ke depan, hal ini akan ditindaklanjuti. Kemenkeu serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu stakeholder data IKG.
Data IKG nantinya akan dibentuk kategorisasi yang lebih detail, misal kabupaten mana saja yang maju dan kabupaten mana yang tertinggal. Untuk menciptakan kategorisasi ini harus ada tumpuan dan seminar dengan mengundang para ahli. Ke depan, hal ini akan ditindaklanjuti. Kemenkeu serta Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi yaitu stakeholder data IKG.
Bagaimana keberlanjutan penghitungan data IKG?
Kemenkeu sudah menyampaikan kepada BPS supaya penghitungan IKG sanggup dilaksanakan setiap tahun. Saya pikir itu tidak dilema sembari BPS menelaah kembali data apa yang mungkin akan diperbaiki dan dilengkapi kedepannya. (Sumber: bps.go.id)
Kemenkeu sudah menyampaikan kepada BPS supaya penghitungan IKG sanggup dilaksanakan setiap tahun. Saya pikir itu tidak dilema sembari BPS menelaah kembali data apa yang mungkin akan diperbaiki dan dilengkapi kedepannya. (Sumber: bps.go.id)