Mental Gres Dalam Memperlakukan Desa

Cara pandang, perilaku dan tindakan dalam memperlakukan desa berdasarkan UU Desa yang gres (mental baru), berbeda dengan cara padang, perilaku dan tindakan yang usang (mental lama).

Dalam mental lama, eksistensi Desa diatur melalui sistem pemerintahan bersifat sentralistik dan birokratis, sehingga membuat pemerintah supradesa dan orang luar tidak menghargai desa. Argumen-argumen wacana desa tidak siap, desa tidak mampu, desa tergantungan merupakan bentuk-bentuk pesimis terhadap desa. 

Dalam mental lama, Desa hanya dianggap sebatas unit pemerintahan yang menjalankan tugas-tugas adminitratif dan membantu program-program pemerintah yang masuk ke desa. Keberadaan orang desa hanya dijadikan operator mesin manajemen keuangan, serta menggiring kepala desa sibuk mengurus pelayanan administrasi, sehingga kesempatan untuk berpikir wacana desa dan rakyat menjadi berkurang.

Dilain sisi, pemerintah kabupaten cenderung tidak memperlihatkan iktikad kepada desa. Banyak kabupaten yang hingga kini tetap enggan menetapkan kewenangan (asal seruan dan lokal). Padahal, UU Desa No.6 tahun 2014 wacana Desa, pemerintah kabupaten/kota juga mempunyai kewajiban mengatur wacana kewenangan hak asal seruan desa dan kewenangan lokal berskala desa.

Untuk lebih jelas, silahkan Baca Buku Revolusi Mental Berdesa. Sekilas wacana Mental Lama dalam Memperlakukan Desa, telah disajikan dalam posting sebelumnya.

Mental Baru dalam Membangun Desa

Belajar pada sejarah, mental usang itulah yang membuat desa menjadi lemah, tergantung, kurang pandai serta menjadi beban pemerintah. Karena itu revolusi mental dalam berdesa harus kembali kepada UU Desa. Sesuai dengan asas rekognisi dan subsidiaritas dalam UU Desa.

Mental gres itu yaitu menghormati, menghargai, mempercayai dan menantang desa. Asas rekognisi menegaskan bahwa negara maupun para pihak harus mengakui dan menghomati eksistensi desa, asal-usul desa, prakarsa desa, karya desa dan lain-lain.

Peraturan Desa, misalnya, merupakan salah satu karya desa yang sering menantang pihak luar untuk mengakui dan menghormati. Kalau institusi pemerintah mempunyai janji terhadap perubahan desa, maka perilaku mempercayai desa yaitu pilihan yang harus dilaksanakan.

Sikap keengganan, keraguan, dan kekhawatiran pemerintah diatas terhadap desa harus diubah menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan, yang diterukan dengan pembagian kekuasaan, kewenangan, keuangan, sumberdaya dan tanggungjawab kepada desa.

Kepercayaan yang diberikan kepada desa tentu harus diikuti dengan fasilitasi, supervisi dan capacity building sehingga kewenangan dan keuangan yang dibagi kepada desa betul-betul dikelola secara efektif, bertanggungjawab dan membuahkan kemajuan desa.

Dalam rangka memperkuat implementasi UU Desa. Mental Baru Berdesa harus menjadi pegangan bagi semua pihak dan segenap elemen bangsa. 

Sejumlah Prinsip Menghargai, Mempercayai dan Menantang Desa, antara lain:
  1. Menghilangkan stigma-stigma jelek kepada desa.
  2. Menghilangkan perilaku mengancam (menciptakan rasa takut) pada pemimpin desa wacana korupsi dan penjara.
  3. Menggantikan keraguan, keengganan dan kekhawatiran menjadi kerelaan, ketulusan dan keyakinan.
  4. Mengurangi perintah, campur tangan dan larangan kepada desa.
  5. Membagi kewenangan dan keuangan kepada desa.
  6. Kesediaan mencar ilmu pada masyarakat desa.
  7. Menggantikan perilaku defensif menjadi responsif terhadap tuntutan dari desa.
  8. Membuka ruang susukan desa terhadap pembuatan kebijakan.
  9. Membuka ruang dan mendorong akuntabilitas dan penemuan terhadap kreasi, prakarsa dan potensi desa.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel