Hasil Kajian Komisi Pemberantasan Korupsi Perihal Sistem Pengelolaan Dana Desa 2015
Dengan disahkannya UU No. 6 tahun 2014 wacana Desa pada tanggal 15 Januari 2014, pengaturan wacana desa mengalami perubahan secara signifikan. Dari sisi regulasi, desa tidak lagi menjadi bab dari UU No. 32 tahun 2004 wacana Pemerintahan Daerah.
Desa-desa di Indonesia akan mengalami reposisi dan pendekatan gres dalam pelaksanaan pembangunan dan tata kelola pemerintahannya. UU Desa menunjukkan kewenangan luas kepada desa di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, training kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa menurut prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan watak istiadat desa.
UU Desa juga memberi jaminan yang lebih niscaya bahwa setiap desa akan mendapatkan dana dari pemerintah melalui anggaran negara dan kawasan yang jumlahnya berlipat, jauh diatas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa. Kebijakan ini mempunyai konsekuensi terhadap proses pengelolaannya yang seharusnya dilaksanakan secara profesional, efektif dan efisien, serta akuntabel yang didasarkan pada prinsip-prinsip manejemen publik yang baik semoga terhindarkan dari resiko terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan korupsi.
Dalam citra umum Buku Laporan Kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijelaskan bahwa kelahiran UU Desa dilatarbelakangi pertimbangan bahwa pengaturan wacana desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kedudukan masyarakat, demokratisasi serta upaya pemerintah dalam mendorong kemajuan dan pemerataan pembangunan.
Selain itu, UU Desa sekaligus merupakan penegasan bahwa desa mempunyai hak asal permintaan dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.
UU Desa membawa misi utama bahwa negara wajib melindungi dan memberdayakan desa semoga menjadi kuat, maju, sanggup berdiri diatas kaki sendiri dan demokratis sehingga sanggup membuat landasan yang berpengaruh dalam melakukan pemerintahan.
UU Desa secara khusus meletakkan dasar bagi perubahan tata kelola desa yang dibangun di atas prinsip keseimbangan antara lembaga (check and balance), demokrasi perwakilan dan permusyawaratan serta proses pengambilan keputusan secara partisipatif melalui musyawarah desa sebagai lembaga pengambil keputusan tertinggi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggungjawaban pembangunan desa.
Dengan melibatkan partisipasi banyak sekali kelompok kepentingan di masyarakat, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyelenggarakan musyawarah desa sebagai lembaga pengambil keputusan tertinggi untuk menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa dan Rencana Tahunan Desa, pengelolaan aset dan BUMDesa serta keputusan-keputusan strategis lainnya.
Berdasarkan UU Desa terdapat 4 (empat) sumber pembiayaan yang dikelola oleh kas desa yakni:
- Sumber Pembiayaan dari Pusat,
- Sumber Pembiayaan dari Daerah baik Kabupaten maupun Provinsi,
- Sumber Pembiayaan yang berasal dari perjuangan desa, dan
- Sumber Pembiayaan lainnya.
Sumber Pembiayaan dari Pusat
Sumber pembiayaan dari Pusat ada dua formulasi yaitu Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Dana Sesa ialah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota dan dipakai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, training kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.
Sedangkan, Alokasi Dana Desa (ADD) ialah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari bab dana perimbangan keuangan sentra dan kawasan yang diterima oleh Kabupaten/Kota.
Sumber Pembiayaan dari APBD
Selain mendapatkan alokasi anggaran dari APBN, desa juga mendapatkan sejumlah dana yang berasal dari APBD kabupaten dan pinjaman dana dari APBD provinsi. Sumber pendapatan dari APBD yang cukup signifikan dan besarannya diatur bervariasi untuk tiap desa ialah penerimaan dari komponen pajak dan retribusi daerah.
Berdasarkan amanah PP No. 72 tahun 2005 dan PP No. 43 tahun 2014 wacana desa, diatur bahwa pengalokasian retribusi dan bagi hasil pajak berbeda tiap desa. Desa yang berkontribusi menyumbangkan pajak lebih besar, berhak mendapatkan alokasi retribusi yang lebih tinggi dibandingkan desa dengan bantuan lebih kecil.
Sumber Pendapatan Asli Desa
Dalam UU No. 6 tahun 2014 wacana desa disebutkan bahwa sumber pembiayaan pembangunan sanggup diperoleh desa melalui pendapatan orisinil desa (PADesa). PADesa ini berasal dari hasil usaha, hasil aset, swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan orisinil desa. Berbagai jenis pengelolaan pembangunan dan aset yang dimiliki desa berpotensi menghasilkan banyak sekali jenis pendapatan desa.
Sumber Pembiayaan Lainnya
Sumber pembiayaan lain yang sanggup dinikmati desa berasal dari hibah atau pinjaman dari pribadi, atau perusahaan yang umumnya melalui kegiatan Corporate Social Responsibility maupun kegiatan pinjaman sosial atau hibah dari Kementerian/Lembaga. Pembiayaan melalui prosedur hibah dari Kementerian/Lembaga umumnya dalam bentuk program.
Untuk lebih lengkap silahkan baca dan uduh Buku Laporan Kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Desa, yang terbitkan oleh Bidang Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).