Peta Desa Sebagai Pola Percepatan Pembangunan
GampongRT - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT), Marwan Jafar meluncurkan Peta Desa di Jakarta, Selasa (16/2). Peta desa tersebut nantinya, akan dijadikan sebagai contoh percepatan pembangunan di desa.
"Peta desa akan dijadikan dasar pertimbangan aneka macam kebijakan nasional maupun daerah. Ini akan mendukung planning pembangunan desa dan tempat pedesaan,” ujar Menteri Marwan.
Menurutnya, salah satu hal penting yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan desa dan tempat pedesaan yakni tersedianya informasi geospasial. Di mana, penetapan dan penegasan batas desa maupun kelurahan, yakni cikal bakal bagi penetapan batas daerah, dan menjadi awal pembangunan Indonesia.
“Informasi geospasial yang diperlukan yakni peta desa. Di dalam undang-undang No 6 Tahun 2014 perihal desa itu disebutkan, bahwa desa yakni kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai batas wilayah. Nah, batas-batas wilayah ini akan tertera terperinci di peta,” ujarnya.
Pembuatan peta desa dalam skala besar tersebut, yakni bentuk kerjasama dari Kementerian Desa PDTT dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk tahap awal, pembuatan peta desa tersebut dilakukan di 5000 desa tertinggal dan 2000 desa mandiri.
“Sasaran pembangunan kita yakni berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 5000 desa, dan meningkatnya jumlah desa sanggup berdiri diatas kaki sendiri sedikitnya 2000 desa. Harapannya, pembuatan peta desa akan mempercepat sasaran pembangunan kita ini,” ujarnya.
Menteri Marwan mengatakan, hadirnya peta desa akan mempertegas penetapan batas wilayah sehingga sanggup dipakai sebagai dasar kekuatan aturan untuk mengelola wilayah. Peta desa juga akan membantu upaya inventarisasi aset, sehingga sanggup dipakai sebagai modal pengelolaan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
“Dengan begitu, harapannya peta desa ini juga sanggup dijadikan sebagai informasi awal bagi potensi investasi di wilayah desa yang bersangkutan,” ujarnya.
Selanjutnya, peta desa juga sanggup dipakai untuk merancang tata ruang desa di tempat pedesaan maupun transmigrasi. Hal tersebut menyangkut sumberdaya lahan dan air menyerupai perencanaan embung, jaringan irigasi, jalan dan sumber energi terbarukan.
“Kondisi desa-desa kita ini kan beragam, baik dari tipologinya, kondisi sumberdaya alam, sumberdaya insan dan ketersediaan infrastrukturnya juga berbeda-beda. Sehingga jikalau semua sudah terpetakan, kebijakan yang kita lakukan akan benar-benar sempurna sasaran,” ujarnya.
Dalam peta desa tersebut, aneka macam informasi perihal desa akan ditampilkan. Mulai dari sisi batas wilayah desa, potensi desa, kondisi infrastruktur, demograsfis dan sebagainya. Priyadi Kardono, Kepala BIG menjelaskan, terdapat 3 jenis peta desa yang dibentuk dalam skala besar tersebut. Peta Desa pertama yakni peta citra, peta sarana dan pra sarana serta peta epilog lahan dan penggunaan lahan.
“Peta gambaran ini yakni peta dengan resolusi tinggi, ketika ini yang kita launching yakni resolusi 1:5000, untuk melihat kondisi desa dari atas. Kemudian peta sarana dan pra sarana untuk melihat infrastruktur yang ada menyerupai puskesmas, rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Sedangkan peta epilog lahan dan penggunaan lahan yakni peta yang menginformasikan luas kebun, sawah dan sebagainya,” terang Priyadi.
"Peta desa akan dijadikan dasar pertimbangan aneka macam kebijakan nasional maupun daerah. Ini akan mendukung planning pembangunan desa dan tempat pedesaan,” ujar Menteri Marwan.
Menurutnya, salah satu hal penting yang diperlukan dalam perencanaan pembangunan desa dan tempat pedesaan yakni tersedianya informasi geospasial. Di mana, penetapan dan penegasan batas desa maupun kelurahan, yakni cikal bakal bagi penetapan batas daerah, dan menjadi awal pembangunan Indonesia.
“Informasi geospasial yang diperlukan yakni peta desa. Di dalam undang-undang No 6 Tahun 2014 perihal desa itu disebutkan, bahwa desa yakni kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai batas wilayah. Nah, batas-batas wilayah ini akan tertera terperinci di peta,” ujarnya.
Pembuatan peta desa dalam skala besar tersebut, yakni bentuk kerjasama dari Kementerian Desa PDTT dan Badan Informasi Geospasial (BIG). Untuk tahap awal, pembuatan peta desa tersebut dilakukan di 5000 desa tertinggal dan 2000 desa mandiri.
“Sasaran pembangunan kita yakni berkurangnya jumlah desa tertinggal sedikitnya 5000 desa, dan meningkatnya jumlah desa sanggup berdiri diatas kaki sendiri sedikitnya 2000 desa. Harapannya, pembuatan peta desa akan mempercepat sasaran pembangunan kita ini,” ujarnya.
Menteri Marwan mengatakan, hadirnya peta desa akan mempertegas penetapan batas wilayah sehingga sanggup dipakai sebagai dasar kekuatan aturan untuk mengelola wilayah. Peta desa juga akan membantu upaya inventarisasi aset, sehingga sanggup dipakai sebagai modal pengelolaan BUMDes (Badan Usaha Milik Desa).
“Dengan begitu, harapannya peta desa ini juga sanggup dijadikan sebagai informasi awal bagi potensi investasi di wilayah desa yang bersangkutan,” ujarnya.
Selanjutnya, peta desa juga sanggup dipakai untuk merancang tata ruang desa di tempat pedesaan maupun transmigrasi. Hal tersebut menyangkut sumberdaya lahan dan air menyerupai perencanaan embung, jaringan irigasi, jalan dan sumber energi terbarukan.
“Kondisi desa-desa kita ini kan beragam, baik dari tipologinya, kondisi sumberdaya alam, sumberdaya insan dan ketersediaan infrastrukturnya juga berbeda-beda. Sehingga jikalau semua sudah terpetakan, kebijakan yang kita lakukan akan benar-benar sempurna sasaran,” ujarnya.
Dalam peta desa tersebut, aneka macam informasi perihal desa akan ditampilkan. Mulai dari sisi batas wilayah desa, potensi desa, kondisi infrastruktur, demograsfis dan sebagainya. Priyadi Kardono, Kepala BIG menjelaskan, terdapat 3 jenis peta desa yang dibentuk dalam skala besar tersebut. Peta Desa pertama yakni peta citra, peta sarana dan pra sarana serta peta epilog lahan dan penggunaan lahan.
“Peta gambaran ini yakni peta dengan resolusi tinggi, ketika ini yang kita launching yakni resolusi 1:5000, untuk melihat kondisi desa dari atas. Kemudian peta sarana dan pra sarana untuk melihat infrastruktur yang ada menyerupai puskesmas, rumah sakit, sekolah dan sebagainya. Sedangkan peta epilog lahan dan penggunaan lahan yakni peta yang menginformasikan luas kebun, sawah dan sebagainya,” terang Priyadi.
Dalam memilih batas wilayah desa, Priyadi menjelaskan, akan melibatkan seluruh kepala desa terkait. Kepala desa tersebut akan dikumpulkan per kabupaten, dan diminta untuk menggambarkan batas-batas desa.
“Batas-batas desa ini juga harus melalui persetujuan desa-desa di tetangganya. Setelah semua selesai, gres kita petakan dan kita buat gosip acaranya,” jelasnya.
Priyadi mengatakan, peta desa yang dibentuk tersebut akan masuk dalam sistem pemetaan nasional, dikarenakan telah memenuhi standar pembuatan peta.
“Kalau lihat peta di internet ada yang pakai titik koordinat, ada juga yang tidak. Kalau peta desa kita ini nanti, ada titik koordinatnya semua dan sesuai standar yang telah diterapkan BIG. Agar peta desa juga sanggup masuk dalam sistem pemetaan nasional,” ujarnya. (Info Kemendes)
“Batas-batas desa ini juga harus melalui persetujuan desa-desa di tetangganya. Setelah semua selesai, gres kita petakan dan kita buat gosip acaranya,” jelasnya.
Priyadi mengatakan, peta desa yang dibentuk tersebut akan masuk dalam sistem pemetaan nasional, dikarenakan telah memenuhi standar pembuatan peta.
“Kalau lihat peta di internet ada yang pakai titik koordinat, ada juga yang tidak. Kalau peta desa kita ini nanti, ada titik koordinatnya semua dan sesuai standar yang telah diterapkan BIG. Agar peta desa juga sanggup masuk dalam sistem pemetaan nasional,” ujarnya. (Info Kemendes)