Tradisi Berdesa Dalam Pendirian Bumdes

Badan Usaha Milik Desa - Untuk menyelenggarakan pendampingan desa, Kementerian Desa, PDTT telah menyiapkan banyak bekal untuk para pendamping, mulai dari pendamping nasional sampai pendamping desa yang menjadi ujung depan-dekat dengan desa. 


Meskipun para pendamping berdiri di samping desa secara egaliter, tetapi mereka harus lebih siap dan lebih dahulu mempunyai pengetahuan perihal desa, yang bersumber dari UU No. 6/2014 perihal Desa.

Salah satu bekal penting yang harus dibaca dan dihayati oleh para pendamping desa yaitu perihal pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). 

Kementerian Desa telah menciptakan buku saku "Badan Usaha Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif Desa". Buku ini harus dibaca dan dihayati oleh para pendamping untuk mendampingi proses Musyawarah Desa perihal Pendirian dan Pembentukan BUM Desa, sebagai instrumen demokratisasi Desa yang mengiringi Tradisi Berdesa (hidup bermasyarakat dan bernegara di Desa). 

BUM DESA DAN TRADISI BERDESA

Selama ini kita mengenal konsep hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, akan tetapi belum menyentuh lokus Desa. Terbitnya UU Desa telah menempatkan Desa menjadi wadah kolektif dalam hidup bernegara dan bermasyarakat, sampai tercipta konsep Tradisi Berdesa sebagai konsep hidup bermasyarakat dan bernegara di ranah Desa. Inti gagasan dari Tradisi Berdesa adalah:

1. Desa menjadi basis modal sosial yang memupuk tradisi solidaritas, kerjasama, swadaya, dan bantu-membantu secara inklusif yang melampaui batas-batas pribadi kekerabatan, suku, agama, aliran atau sejenisnya.

2. Desa mempunyai kekuasaan dan berpemerintahan yang didalamnya mengandung otoritas dan akuntabilitas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.

3. Desa hadir sebagai penggagas ekonomi lokal yang bisa menjalankan fungsi perlindungan dan distribusi pelayanan dasar kepada masyarakat.

Di lain pihak terdapat Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) yang didefinisikan Pasal 1 angka 6 UU No. 6/2014 perihal Desa, sebagai: “Badan Usaha Milik Desa, selanjutya disebut BUM Desa, ialah tubuh perjuangan yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan dan perjuangan lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.”

Konsepsi Tradisi Berdesa merupakan salah satu gagasan mendasar yang mengiringi pendirian BUM Desa. Tradisi Berdesa paralel dengan kekayaan modal sosial dan modal politik serta kuat terhadap daya tahan dan keberlanjutan BUM Desa. 

Inti gagasan dari Tradisi Berdesa dalam pendirian BUM Desa adalah:

1. BUM Desa membutuhkan modal sosial (kerja sama, solidaritas, kepercayaan, dan sejenisnya) untuk pengembangan perjuangan yang menjangkau jejaring sosial yang lebih inklusif dan lebih luas.

2. BUM Desa berkembang dalam politik inklusif melalui praksis Musyawarah Desa sebagai lembaga tertinggi untuk pengembangan perjuangan ekonomi Desa yang digerakkan oleh BUM Desa.

3. BUM Desa merupakan salah satu bentuk perjuangan ekonomi Desa yang bersifat kolektif antara pemerintah Desa dan masyarakat Desa. Usaha ekonomi Desa kolektif yang dilakukan oleh BUM Desa mengandung unsur bisnis sosial dan bisnis ekonomi.

4. BUM Desa merupakan tubuh perjuangan yang dimandatkan oleh UU Desa sebagai upaya menampung seluruh aktivitas di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum yang dikelola oleh Desa dan/atau kolaborasi antar-Desa.

5. BUM Desa menjadi arena pembelajaran bagi warga Desa dalam menempa kapasitas manajerial, kewirausahaan, tata kelola Desa yang baik, kepemimpinan, kepercayaan dan agresi kolektif.

6. BUM Desa melaksanakan transformasi terhadap jadwal yang diinisiasi oleh pemerintah (government driven; proyek pemerintah) menjadi “milik Desa”. 

Kebijakan BUM Desa pasca terbitnya UU Desa, PP Desa dan Permendesa PDTT, menghadapi tantangan kebijakan yang cukup kompleks. Produk kebijakan BUM Desa terdahulu mengalami proses transformasi yang didasarkan Agenda Nawa Cita, Asas Rekognisi-Subsidiaritas dan Kewenangan Lokal Berskala Desa.

"Pendirian BUM Desa dalam paradigma Desa Membangun sekarang menghadapi tantangan berupa Musyawarah Desa sebagai instrumen demokratisasi Desa yang mengiringi Tradisi Berdesa (hidup bermasyarakat dan bernegara di Desa). Proses pendirian/pembentukan BUM Desa sedapat mungkin menghindari government driven yang gampang menciptakan BUM Desa “layu sebelum berkembang”.

Dilain pihak, tantangan bagi BUM Desa dikala ini ialah melaksanakan transformasi jadwal government driven itu ke dalam praksis Kewenangan Lokal Berskala Desa baik pada basis lokus Desa maupun Kawasan Perdesaan. 

UPK PNPMMandiri Perdesaan merupakan salah satu jadwal pendirian/pembentukan BUM Desa bersama pada basis lokus Kawasan perdesaan (“MembangunDesa”), sedangkan BKD (Bank Kredit Desa) menghadapi dilema transformasi dari bentuk BPR menuju LKM (Lembaga Keuangan Mikro) yang berpeluang menjadi Unit Usaha BUM Desa yang berbadan hukum.

Keseluruhan jadwal kebijakan gerakan perjuangan ekonomi Desa ini membutuhkan "Tradisi Berdesa" supaya dalam pelaksanaannya nanti di lapangan tetap mengakui, menghormati, dan memuliakan Desa di Indonesia.

Disarikan dari buku “BADAN USAHA MILIK DESA: SPIRIT USAHA KOLEKTIF DESA”.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel